Rabu 12 Oct 2011 20:09 WIB

Bereskan Masalah Upah, Freeport Tempuh Jalur Hukum

Rep: Fitria Andayani/ Red: Chairul Akhmad
Ribuan karyawan PT Freeport Indonesia di Kuala Kencana, Timika, Papua,  melakukan mogok kerja, Kamis (16/9).
Foto: Antara/Spedy Paereng
Ribuan karyawan PT Freeport Indonesia di Kuala Kencana, Timika, Papua, melakukan mogok kerja, Kamis (16/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – PT Freeport Indonesia siap menjalani Pengadilan Hubungan Industrial untuk menyelesaikan sengketa upah di perseroan.

Meskipun demikian, pihak Freeport masih berharap serikat pekerja bisa menerima tawaran yang diajukan oleh mediator dengan kepala dingin.

Presiden Direktur dan CEO Freeport Indonesia, Armando Mahler, menyatakan langkah ini diambil setelah perseroan melakukan sejumlah perundingan dengan pihak serikat pekerja.

"Kami sudah melakukan perundingan bipartit antara manajemen dan karyawan. Namun, tidak menemukan titik terang," katanya, Rabu (11/10).

Freeport juga telah melakukan perundingan tripartit dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. "Tidak henti di situ, kami juga melakukan mediasi bersama Dinas Tenaga Kerja Provinsi Papua dan pemerintah Kabupaten Timika. Jadi prosesnya sudah sangat panjang, namun belum juga ada kata sepakat," jelasnya.

Menurutnya, hingga saat ini serikat pekerja tidak merespon usulan mediator untuk menaikkan tawaran kenaikan upah hingga 25 persen. "Kami sudah mengusulkan sejak 7 Oktober, namun tidak dijawab. Artinya mereka telah menolak rekomendasi yang kami tawarkan,” kata Direktur Freeport, Sinta Sirait.

Serikat pekerja tetap menginginkan kenaikan gaji sebesar US$ 12,5 per jam atau sekitar US$ 170 ribu per tahun. Oleh karena itu, perseroan akhirnya memilih langkah terakhir untuk menyelesaikannya di pengadilan. "Apa pun hasil dari pengadilan nanti, kami harap bisa mempercepat proses penyelesaian masalah ini," kata Sinta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement