REPUBLIKA.CO.ID,
PEKANBARU - Ketua Majelis Ulama Indonesia Provinsi Riau, Mahdini, di Pekanbaru, Selasa, menyatakan, hasil penjualan elpiji takaran tiga kilogram yang bermasalah atau tidak memenuhi volume haram menurut ajaran Islam.
"Sebab, pengurangan isi dari gas atau elpiji yang diindikasi dilakukan oleh banyak para pedagang dan penyalur gas bersubsidi di Pekanbaru sama dengan upaya penipuan yang tentunya merugikan banyak orang," katanya.
Jadi, jika dikaji lebih dalam, menurut Majelis Ulama Islam (MUI) Riau, hasil jual beli atas tabung gas yang bermasalah tersebut tentu tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. "Untuk itu, kami mengharapkan, sekaligus mengimbau agar para pedagang agar jujur dalam usahanya dan jangan ada kecurangan yang dapat atau berpotensi merugikan konsumen," ujarnya.
Bentuk kesalahan atau kecurangan yang dilakukan secara sengaja, demikian Mahdini, juga merupakan suatu tindak pidana yang sebenarnya bisa diproses lewat "meja" hukum.
Pihak-pihak terkait, menurutnya lagi, seperti PT Pertamina, pemerintah dan kepolisian setempat sudah sepantasnya melakukan aksi, setidaknya untuk pembinaan agar pedagang tidak melakukan kecurangan.
"Terlebih gas yang dicurangi itu gas bersubsidi yang merupakan hak bagi orang-orang yang mungkin berlatar belakang ekonomi lemah," kata Mahdini.
Sementara itu, pihak PT Pertamina (Persero) Wilayah Provinsi Riau sendiri sebelumnya juga telah menerjunkan tim evaluasi untuk mengecek sejumlah tabung gas tiga kg yang beredar di sejumlah wilayah Pekanbaru.
Dalam razianya, tim Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu menemukan sejumlah tabung gas atau elpiji bersubsidi dengan takaran yang kurang dari tiga kilogram.
Temuan tersebut masih dalam penelusuran perusahaan pemerintah itu.