REPUBLIKA.CO.ID, PAMEKASAN - Dosen Fakultas Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pamekasan, Madura, Jawa Timur, Moh Zahid, M.Ag menyatakan, faktor sakit hati bisa menimbulkan adanya gerakan radikalisme.
"Tapi sakit hati ini bukan merupakan penyebab satu-satunya orang berbuat melakukan tindakan radikal," kata Moh Zahid di Pamekasan, Kamis (6/10).
Ia menjelaskan, sakit hati hanya salah satu dari beberapa faktor yang bisa menyebabkan seseorang atau sekelompok orang berbuat radikal. Seperti karena putus asa atau salah paham.
Moh Zahid yang juga Ketua Lembaga Pengkajian dan Penerapan Syariat Islam (LP2SI) Pamekasan ini lebih lanjut menjelaskan, dalam perkembangan dunia politik akhir-akhir ini, pelaku radikalisme ada kelompok yang secara politik memang merupakan kelompok kalah.
"Dia tidak bisa melakukan perubahan sesuai dengan cita-cita yang diinginkan, lalu melakukan tindakan-tindakan radikal," katanya mengingatkan.
Pada bidang agama, kata dia, radikalisme cenderung timbul karena pemahaman keagamaan cenderung salah, tidak toleran dan memahami pesan agama dari satu sisi.
"Jadi apa yang diyakini itu benar, maka itulah yang diperjuangkan hingga titik darah penghabisan. Dan ini tidak hanya terjadi pada agama tertentu saja, akan tetapi juga pernah terjadi pada kelompok agama lain," bebernya.
Islam, kata Zahid, sebenarnya sangat menentang cara-cara yang radikal dalam melakukan perubahan, apalagi dengan melakukan pengeboman seperti yang sering terjadi selama ini.
Menurut dia, konsep ajaran Islam adalah dengan prilaku dan teladan yang baik. "Konsep Islam itu adalah bil hikmah wa al-mauidza hasanah," katanya menjelaskan.
Oleh sebab itu, sambung dia, jika ada gerakan-gerakan radikal yang mengatasnamakan Islam dan caranya dengan melakukan perusakan seperti pengeboman, menurut Zahid itu jelas adalah oknum.
Zahid menyatakan, aksi radikalisme yang terjadi selama ini yang pelakunya kebanyakan umat Islam sebenarnya telah menciderai nama baik Islam sebagai agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam.
"Saya curiga gerakan-gerakan radikal yang muncul akhir-akhir ini apalagi atas nama jihad, adalah karena ditunggangi oleh kepentingan politik tertentu," katanya.
Oleh sebab itu, sambung Zahid, perlu ada gerakan bersama dari semua kelompok masyarakat, baik ulama serta tokoh agama lain untuk melakukan upaya antispatif.
"Di Pamekasan ini kami selalu inten melakukan komunikasi dengan sesama tokoh lintas agama dan mereka mengerti bahwa sebenarnya aksi radikalisme ini dilakukan oleh oknum," katanya menjelaskan.
Sebab menurut dia, tak satupun agama yang ada di dunia, termasuk di Indonesia yang mengajarkan kepada pemeluknya untuk melakukan kerusakan di muka bumi.
"Tapi meski begitu, kalau kita tidak meningkatkan koordinasi, bisa-bisa akan saling tuduh, antar sesama, hingga akhirnya bisa menimbulkan adanya disintegrasi bangsa ini," katanya menjelaskan.