Rabu 05 Oct 2011 07:26 WIB

Polri Tak Niat Ungkap Surat Palsu MK

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Siwi Tri Puji B
Tersangka kasus surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK), Zainal Arifin Hoesein (tengah), saat menemui Satgas Anti Mafia Hukum, di Jakarta.
Foto: Antara/Fanny Octavianus
Tersangka kasus surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK), Zainal Arifin Hoesein (tengah), saat menemui Satgas Anti Mafia Hukum, di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) sepertinya makin pupus harapan kepada Bareskrim Polri dalam pengungkapan kasus surat palsu MK. Juru Bicara MK, Akil Mochtar, mengatakan, kedatangan tiga hakim konstitusi pekan lalu ke Mabes Polri untuk menjadi saksi meringankan ( a de charge) tidak banyak membantu status tersangka mantan panitera pengganti MK, Zainal Arifin Hoesein.

Padahal tujuan ketiga hakim itu sebenarnya ingin agar arah penyidikan berjalan sesuai arah dengan menetapkan aktor utama surat palsu MK. Bukannya malah fokus pada penetapan tersangka dari staf MK, sehingga membuat kabur arah penyidikan. Lagian, kata Akil, Zainal dalam posisi sebagai korban dan tidak bersalah, malah harus menjadi pesakitan.

Adapun mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) sekaligus politikus Partai Demokrat Andi Nurpati, politikus Partai Hanura Dewie Yasin Limpo, dan mantan hakim konstitusi Arsyad Sanusi, yang terlibat persekongkolan tidak tersentuh hukum. "Biar saja deh. Kalau Polri ngomongnya tidak niat, ya tetap gitu (surat palsu MK jalan di tempat)," ujar Akil kepada Republika, Rabu (5/9).

Sebelumnya, Akil melihat gejala Bareskrim berupaya membelokan kasus ini sehingga penyidikan berhenti pada penetapan dua tersangka dari MK, yakni mantan juru panggil MK Masyhuri Hasan dan mantan panitera pengganti MK Zainal Arifin Hoesein. Adapun aktor intelektualnya dan pengguna surat palsu itu selamat sebab tidak disentuh sama sekali keterlibatannya.

Menurut Akil, penyidik harusnya menelusuri peran mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Andi Nurpati sebagai pengonsep dan caleg Partai Hanura Dewie Yasin Limpo sebagai pihak yang memanfaatkan surat palsu tersebut. "Sulit memahami logika dan cara penyidikan polisi. Mereka melindungi AN (Andi Nurpati)," katanya.

Apalagi keterlibatan Andi Nurpati, saat memimpin rapat pleno KPU dan menjadikan surat MK Nomor 112/PAN.MK/VIII/2009 tertanggal 14 Agustus 2009 sebagai dasar untuk meloloskan Dewie Yasin Limpo meraih kursi DPR. Hal itu sangat jelas melanggar hukum sebab yang bersangkutan mengetahui keberadaan surat asli MK dengan substansi yang berbeda.

Pihaknya mendorong penyidik bekerja sesuai jalur yang benar dan tidak keluar dari fakta hukum yang didapat dari temuan tim investigasi MK, Panja Mafia Pemilu DPR, dan hasil rekonstruksi Bareskrim Polri di kantor KPU, MK, dan JakTV. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement