REPUBLIKA.CO.ID,NEW YORK--Perutusan Tetap RI untuk PBB (PTRI) di New York belum berniat membayar tunggakan tilang atau denda --di Amerika Serikat disebut "tiket"-- parkir berjumlah puluhan ribu dolar AS.
Alasan PTRI, hingga kini belum tercapai kesepakatan antara anggota PBB, pemerintah federal Amerika Serikat dan Dewan Kota New York mengenai pembayaran "tiket" maupun fasilitas parkir yang memadai bagi perutusan anggota-anggota PBB.
Wakil Tetap PTRI New York, Hasan Kleib, menegaskan, pihaknya maupun perutusan anggota-anggota PBB serta konsul jenderal asing lainnya di Kota New York pasti akan membayar tunggakan jika sudah ada kesepakatan.
"Tidak berarti PTRI New York tidak akan mematuhi peraturan. Tapi ini memang isu yang sudah bertahun-tahun. Ini belum diputuskan di Host Country Committee, yaitu apakah ini akan dibayar. Dan yang masih tertahan itu adalah apakah anggota-anggota PBB mau membayar (tunggakan) yang sejak tahun 2002 tersebut," kata Hasan di gedung kantornya, Senin.
Host Country Committee atau UN Committee on Relations with the Host Country yang dimaksud Hasan adalah forum negara-negara anggota PBB untuk melakukan pembahasan dengan AS, yang merupakan negara tuan rumah Markas Besar PBB, menyangkut berbagai isu terkait dengan fasilitas diplomatik dan fasilitas lain yang diberikan kepada perutusan tetap PBB serta konsulat jenderal asing di Kota New York.
Menurut Hasan, dalam setiap pertemuan komite itu, anggota-anggota PBB selalu meminta pemerintah AS selaku tuan rumah Markas Besar PBB menyediakan lahan parkir yang memadai dan fasilitas lainnya seperti yang diatur dalam Convention on the Privilliges and Immuties of the UN and the Headquarter Agreement.
Seperti yang sebelumnya diberitakan media, pemerintah Kota New York mengungkapkan bahwa diplomat-diplomat asing menunggak pembayaran denda parkir total sekitar 17 juta dolar AS, termasuk diplomat Indonesia yang tercatat menunggak 725.000 dolar --ketiga penunggak terbesar setelah Mesir (1,9 juta dolar) dan Nigeria (1 juta dolar).
Tilang parkir itu dikeluarkan pihak berwenang Kota New York bagi kendaraan-kendaraan yang parkir atau berhenti tidak pada tempatnya, yang memiliki tanda No Parking, No Standing, No Stopping, menutup hidran air ataupun kendaraan yang melanggar peraturan pada musim salju --saat bahu-bahu jalan tidak boleh dipakai parkir karena akan menutup ruang gerak truk-truk pengeruk salju.
Menurut Hasan, seharusnya tagihan bagi Indonesia itu tidak mencapai 725.000 dolar AS seperti yang disebutkan dalam pemberitaan media, karena angka tersebut merupakan jumlah tunggakan yang dihitung hingga sejak tahun 1970-an.
Ia memaparkan jika dihitung dari adanya periode pemotongan --yaitu pasca 19 November 2002, tunggakan Indonesia yang tercatat di Office of Foreign Missions-- Dewan Kota New York adalah 21.668,94 dolar AS.
"Dewan Kota New York yang senantiasa menghitung tunggakan denda, itu mundur sampai 2002, 1990 bahkan dihitung sampai 1970... Sementara ini kan tidak ada peraturan yang jelas sejak 1970. Pada 2002 pun hanya peraturan baru dalam konteks Pemerintah atau Dewan Kota New York mencoba mengakomodasikan masalah parkir untuk diplomat," ujarnya.
Pihak berwenang AS pada 19 November tahun 2002 mengeluarkan peraturan baru menyangkut masalah parkir bagi para diplomat, yang sampai sekarang masih dianggap sebagai masalah residual (sisa masa lalu).
Berkaitan dengan itu, para anggota PBB meminta AS memberikan pemotongan periode, yang berarti tunggakan yang harus dibayar para diplomat asing adalah denda parkir yang dikeluarkan setelah 19 November 2002 --bukan lagi denda yang dikeluarkan sejak tahun 1970an.
"Karena Pemerintah Amerika, khususnya Kota New York tidak memadai memberikan lahan parkir, anggota-anggota PBB dalam Host Country Committee meminta adanya pemutihan terhadap denda parkir sebelum berlakunya peraturan tanggal 2002," tutur Hasan Kleib.
"(Tilang) yang mulai 19 November 2002 ke depan, negara-negara anggota PBB kemungkinan akan siap (untuk membayar), asal keterkaitannya dihapus dulu. Ini masih terus dibahas," tambahnya.