REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Setelah melakukan moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia sektor domestik ke Malaysia sejak 2009 lalu, pemerintah berencana mencabutnya dalam waktu dekat. Hal ini ditentang oleh Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) dan meminta pemerintah menunda pencabutan moratorium.
Anggota Komisi IX dari FPDIP, Rieke Diah Pitaloka, mengatakan enam revisi nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) antar kedua negara masih lemah dalam melindungi TKI. ''Tidak jelas mekanisme kontrol dan penegakan hukum terhadap pokok-pokok kesepakatan,'' tutur dia.
Revisi tersebut mencakup paspor wajib berada dalam penguasaan TKI, TKI berhak libur satu hari dalam sepekan, pembentukan satuan tugas gabungan untuk mengawal implementasi MoU, penetapan struktur biaya penempatan baru dan pembayaran gaji TKI melalui perbankan serta gaji TKI minimal 800 ringgit Malaysia.
Lemahnya implementasi itu diantaranya dalam MoU ada kata-kata paspor dapat dipegang oleh pengguna jasa dengan seizin Penatalaksana Rumah Tangga (PLRT). ''Kata dapat artinya bisa iya bisa tidak. Persetujuan dimaksud wajib dibuat secara tertulis. Jika tidak, lemah implementasinya,'' tutur Rieke.
Selain itu, tidak ada standar gaji minimal yang ditulis secara jelas dalam Mou dan gaji mengikuti mekanisme pasar. Seharusnya diubah menjadi pengguna jasa wajib memberikan upah setiap bulan kepada PLRT sebagaimana yang telah diindikasikan dan disepakati oleh pengguna jasa dan PLRT dalam jumlah tertentu sesuai dengan UU Ketenagakerjaan Malaysia.
''Mou juga harus memuat kata-kata bahwa pembayaran gaji wajib dilakukan melalui rekening bank,'' tandasnya.
Karena itu, FPDIP mendesak pemerintah untuk memperbaiki isi MoU yang nyatanya tidak memberikan perlindungan kepada TKI. Satu pokok penting yang juga harus segera dilakukan, kata Rieke, adalah melakukan perbaikan sistem pengawasan dan penegakan hukum bagi para pelaku kejahatan terhadap calon TKI di dalam negeri.
Berdasarkan informasi yang didapatnya, pemerintah akan meresmikan pencabutan moratorium Malaysia saat pertemuan antara PM Malaysia dengan Presiden SBY bulan depan. ''Akan ada pertemuan kedua kepala negara untuk menandatangani MoU ini pada pertengahan Oktober 2011 mendatang,'' kata Rieke. ''Ini harus dicegah sebelum ada perbaikan terhadap pokok-pokok dalam revisi MoU.''