Rabu 28 Sep 2011 07:15 WIB

Polri Lebih Baik di Bawah Kemendagri

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kuasa hukum Zainal Arifin Hoesein, Andi Asrun, mengaku tidak takut mendapat teror gara-gara menggugat Pasal 8 dan 11 Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri ke Mahkamah Konstitusi (MK). Asrun menilai, keberadaan Polri di bawah langsung Presiden membuat institusi tersebut mudah ditekan penguasa.

Kasus surat palsu MK yang menimpa kliennya menjadi bukti nyata bahwa Kapolri tidak bisa tegas dalam menyelesaikan kasus yang bersentuhan dengan penguasa. Karena itu, dengan posisi sekarang membuat Polri tidak bisa independen sebab Kapolri memiliki utang jasa kepada Presiden Susilo Bambang Yudhyono (SBY). "Sampai hari ini saya belum dapat teror. Tapi di berbagai negara, kedudukan Polri memang tidak berada di bawah Presiden," ujar Asrun kepada Republika, Rabu (28/9) pagi.

Jika saat mendaftarkan uji materi (judical review) pihaknya menuntut Polri berada di bawah naungan Kementerian Pertahanan, maka dalam sidang perdana hari ini, tuntutannya diubah. Menurut Asrun, lebih baik Polri berada di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar tidak memiliki beban moral ketika menangani kasus terkait penguasa.

Selain membawa bukti perjalanan sejarah bangsa, Polri tidak pernah diakui oleh konstitusi untuk berada di bawah Presiden secara langsung. Ia mencontohkan, di Amerika Serikat, Polri berada di bawah kehakiman. Untuk di Cina, Polri di bawah Kementerian Pertahanan, dan banyak negara menempatkan Polri di bawah Kemendagri.

Apalagi dari hasil perbincangannya dengan perwira tinggi Polri, Asrun yang jadi dosen PTIK, mengklaim mendapat banyak dukungan agar Polri melakukan reposisi. "Jadi dari berbagai bukti, saya lebih condong ingin Polri berada di bawah Kemendagri," kata Asrun.

Sedangkan, secara detail untuk kewenangan Polri, seperti mengurus Surat Ijin Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), pihaknya menginginkan agar persoalan itu menjadi kewenangan Kementerian Keuangan berkolaborasi dengan Kementerian Perhubungan. Karena secara sejarah dan yuridis, kata dia, tidak dibenarkan Polri mengurusi pajak masyarakat. "Saya tak takut dampak dikabulkannya uji materi tersebut. Ini hak warga negara, dan supaya penempatan Polri tepat," jelas Asrun.

Penempatan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) di bawah langsung Presiden dinilai inkonstitusional. Karena itu, tiga orang advokat, yaitu Andi Asrun, Dorel Almir, dan Merlina mengajukan uji materi Pasal 8 dan 11 Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (14/9).

Pasal yang digugat pemohon, menjelaskan Polri berada di bawah Presiden, dan pengangkatan dan pemberhentian Kapolri oleh Presiden. Menurut Asrun, posisi Polri di bawah Presiden rentan menimbulkan intervensi kekuasaan dan tidak independen.

Karena itu, ia menilai aturan tersebut bertentangan dengan UUD 1945, sebab tidak ada pasal dalam UUD 1945 yang memberikan dasar hukum bahwa Polri harus berada di bawah naungan Presiden RI. Meskipun demikian, Andi mengakui dalam konstitusi Pasal 30 Ayat (5), dijelaskan, pengaturan kedudukan Polri dan TNI diatur lebih lanjut dengan UU.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement