REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Suryadharma Ali (SDA), mengakui ada pertemuan dan pembicaraan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat mereka berada di Jambi beberapa hari lalu.
Hanya saja, ia enggan mengungkapkan substansi dari pembicaraan itu kepada media. "Ya, memang ketika di Jambi membicarakan reshuffle. Tapi saya tidak bisa menyampaikan substansi dari pembicaraan itu," katanya saat ditemui pada pelantikan kepengurusan PPP di Hotel Sahid Sudirman, Ahad (25/9).
Ia menegaskan persoalan reshuffle sepenuhnya menjadi hak prerogratif presiden. Maka, RI-1 pun boleh me-reshuffle siapa saja, kapan saja, dan dari partai mana saja. Dengan catatan, perubahan itu berdasarkan kebutuhan. "Jadi, perubahan itu bukan atas dasar desakan, tekanan, komentar-komentar, tapi benar-benar berdasarkan kebutuhan," katanya.
Ketika ditanya soal siap atau tidak di-reshuffle? SDA menyatakan hal tersebut sebagai sesuatu yang natural dan bisa terjadi. Menurutnya, para menteri hanya bertugas untuk mengabdi. Dan jika pimpinan masa bhakti itu sudah cukup, maka sebagai pembantunya bisa berhenti.
"Kalau kita mau diangkat sebagai menteri, maka kita juga harus mau diberhentikan sebagai menteri. Karena diangkat atau diberhentikan itu hak presiden," katanya.