REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Undang-undang Penyelenggara Pemilu dinilai akan berdampak besar pada partai-partai baru yang muncul. Terutama dalam kaitannya dengan keberadaan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam penyelenggara pemilu.
"Partai baru akan dirugikan karena komposisi di DKPP adalah sembilan parpol yang ada sekarang," kata Direktur Cetro, Hadar Gumay, Kamis (22/9).
Hal ini beralasan. Sebab, DKPP utusan dari masing-masing partai politik yang ada di DPR serta unsur lain seperti KPU, Bawaslu, pemerintah, serta masyarakat. DKPP yang diatur dalam UU merupakan lembaga permanen dan tetap. DKPP hanya berada di tingkat nasional yang bertugas menangani pelanggaran kode etik.
Artinya, dalam UU tersebut kesempatan bagi parpol baru untuk berpartisipasi tertutup. Tak hanya itu, DKPP yang memiliki kewenangan memutus pelanggaran kode etik pun bisa dimanfaatkan sembilan parpol yang ada di dalamnya untuk 'memperkarakan' hal-hal yang dianggap tak berkenan atau membahayakan keberadaan mereka di parlemen ataupun dalam proses pesta demokrasi dengan dalih pengawasan.
"DKPP kan dibuat hanya melibatkan sembilan parpol yang sekarang duduk. Ini betul-betul direkayasa agar ada banyak tangan (yang bisa mengawasi pemilu) dan mengancam keberadaan mereka," katanya.
Ia meragukan jika sembilan parpol yang berada dalam DKPP pun bisa saling mengawasi. Karena, mereka pun pasti memiliki kepentingan untuk tetap mempertahankan posisinya di parlemen.
Hadar beranggapan keputusan dari DPR mengenai UU Penyelenggara Pemilu tak lebih dari bagi-bagi kursi kekuasaan sejak awal. "Saya kira konsep mereka saling mengawasi tidak akan jalan. Yang ada hanya kompromi saja," katanya.
Ia juga menilai independensi penyelenggara pemilu akan sulit tercapai. Kalau dikatakan panitia seleksi (pansel) memiliki andil besar untuk menyaring dan menjaga independensi, Hadar pun meragukannya.
Pansel nantinya dibuat oleh pemerintah, tetapi tetap saja pada akhirnya diharuskan konsultasi ke DPR. Lembaga legislatif ini juga yang menentukan.
"Coba kita lihat, setiap peraturan teknis harus konsul ke DPR,'' katanya. ''Jadi, nanti selalu ada ruang bagi DPR untuk mencoba menekan dan mempengaruhi dan DKPP juga diisi oleh DPR. Ini terlalu banyak campur tangan DPR bahkan secara langsung."