REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG – Kepolisian Daerah Jawa Tengah diminta untuk lebih progresif mengusut kasus calo CPNS, Mustofa. Hal ini untuk mempercepat proses penyelidikan dan penyidikan kasus yang telah merugikan 6 CPNS itu.
Sebelumnya, polisi 'mengeluh' mengalami kesulitan menangkap Mustofa terkait statusnya sebagai anggota dewan. Polisi membutuhkan izin Mendagri dan Gubernur untuk memeriksa Mustofa.
Sekretaris Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Jawa Tengah, Eko Haryanto, mengatakan seharusnya polisi tidak perlu bersikap terlalu prosedural. "Polisi terlalu bertele-tele dan terkesan menunggu," ujarnya, Kamis (8/9).
Langkah polisi yang terkesan takut menangkap Mustofa dinilai Eko sebagai bentuk diskriminatif. Ia mempertanyakan, mengapa polisi sangat cepat bila menangkap orang sipil, sedang bila terkait kasus yang melibatkan pejabat, penanganannya akan lebih lama.
Terkait kesulitan yang dialami polisi, Eko menduga ada pihak yang melindungi Mustofa. "Saya menduga kasus ini juga melibatkan pimpinan dewan," ujarnya.
Eko mengatakan, bila Mustofa memang sudah dipecat dari keanggotaan Partai Kebangkitan Bangsa, seharusnya sudah tidak ada masalah bagi polisi untuk menangkapnya. Apalagi diketahui bila Mustofa masih dapat mengambil gaji sebagai wakil rakyat hingga Agustus 2011.
Mustofa, anggota DPRD Jateng dari fraksi PKB diduga menipu 6 calon CPNS di Jawa Tengah. Kepada korban, ia menjanjikan akan memberi posisi bagi mereka sebagai PNS di kantor gubernuran atau kantor walikota. Tergiur dengan janji Mustofa dan statusnya sebagai anggota dewan, keenam orang itu menyerahkan sejumlah uang hingga Rp 125 juta. Namun sampai dengan pengumuman penerimaan pegawai, mereka tak kunjung menjadi PNS.
Korban lalu melapor ke Polda Jateng, dan melaporkan Mustofa terlibat dalam kasus ini. Saat ini, Fraksi PKB telah menyatakan memecat Mustofa dari keanggotaan partai. Namun statusnya sebagai anggota dewan belum diberhentikan, sehingga polisi kesulitan menangkap Mustofa.