REPUBLIKA.CO.ID,SERANG – Pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) masih menunggu Peraturan Presiden Khusus (Perpressus). Melalui Perpressus ini, lembaga yang terlibat pembangunan JSS akan diatur.
Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah menyatakan, Perpressus akan mengatur keterlibatan dua daerah, yakni Pemerintah Provinsi Banten dan Pemerintah Provinsi Lampung dalam pembangunan JSS, serta mengatur keterlibatan badan umum milik daerah (BUMD).
“Banten dan Lampung akan terlibat dalam pembangunan JSS,” kata Ratu Atut Chosiyah, Rabu (7/9). Atut mengatakan, keberadaan JSS nantinya untuk mendukung akses penyeberangan Jawa dan Sumatera. “JSS solusi terbaik penyeberangan, selain transportasi laut,” kata Atut.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Banten, Widodo Hadi, mengatakan, Perpressus JSS akan menjadi landasan pembentukan lembaga yang nantinya akan mengatur pembangunan JSS. Di dalam lembaga itu akan terdapat tiga badan, yakni badan pengarah, badan pelaksana, dan badan usaha.
“Nantinya lembaga ini yang akan mengatur rencana pembangunan JSS hingga penunjukan investor,” kata Widodo. Lembaga yang diatur dalam Perpressus ini juga akan membuat studi kelayakan dan desain dasar pembangunan JSS. “Saat ini sudah ada beberapa negara yang berminat untuk membangun JSS. Di antaranya Jepang, Korea, dan China,” kata Widodo.
JSS akan memiliki lebar 60 meter. Jembatan itu direncanakan memiliki 2 x 2 lajur mobil, double track kereta api di tengah, dan 2 jalur jalan sepeda motor. JSS didesain tahan terhadap gempa dan tsunami.
Biaya studi dan jasa engineering akan memakan dana hingga USD 190 juta atau sekitar Rp 1,8 triliun. Sedangkan untuk biaya konstruksi USD 9,810 juta atau Rp 90,2 triliun. Waktu pelaksanaan konstruksi JSS akan memakan waktu hingga 6 – 10 tahun.