Rabu 07 Sep 2011 15:04 WIB

Duh...Ada 2 Juta Lebih Anak Bekerja dalam Kondisi Terburuk

Rep: c28/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pekerja anak semakin mudah ditemui di ibukota. Mereka terlihat mulai sebagai loper koran, buruh, pelayan, hingga kondektur bis.

Putra (15 tahun), sudah dua tahun menjadi kondektur bis atau kenek P20 jurusan Lebak Bulus-Senen. Sebelumnya, Putra bekerja di bengkel daerah Bekasi. Bengkel bangkrut, pegawainya dipecat. Putra lalu menjadi kenek bersama beberapa kawan.

"Kami semua mengontrak di Cipayung," katanya kepada Republika (7/9). Putra mengakui bahwa kawan-kawannya pun masih seusia dirinya. Putra memutuskan berpisah dengan keluarga karena menilai orangtuanya tidak jelas dalam mengasuhnya.

Penghasilan Putra sebagai kenek minimal lima puluh ribu rupiah sehari. Jika penumpang ramai, penghasilan kotornya maksimal dua ratus ribu rupiah. Putra mengakui, di bengkel penghasilannya lebih baik daripada jadi kenek.

Ketua Komisi Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengatakan, ada jutaan anak lain seperti Putra yang harus bekerja di masa kanak-kanak.

"Ada 6,5 juta anak yang terpaksa bekerja dan 2,1 juta diantaranya bekerja dalam bentuk jenis pekerjaan terburuk," tegasnya. Situasi (pekerjaan) terburuk, misalnya di pabrik kimia, pertambangan, dan bekerja di bawah laut.

Jenis pekerjaan lain yang sering dirambah anak-anak adalah buruh, kurir stasiun, pembantu rumah tangga, dan pelayan. Ia menyebut buruk karena jenis pekerjaannya rentan menimbulkan bahaya.

Kondektur seperti Putra berpeluang besar mengalami kecelakaan. Pekerja anak di pabrik sepatu, misalnya, kebanyakan ditempatkan di bagian pengeleman yang bisa mengankibatkan gangguan pernapasan.

Jika membicarakan hak, Ia menegaskan anak seharusnya tidak untuk usia bekerja, melainkan sekolah dan bermain. "Apapun jenis pekerjaannya, terlebih jika dalam situasi buruk, bisa dikategorikan melanggar hak anak," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement