Selasa 06 Sep 2011 20:34 WIB

Tak ada Aktivitas dan tak Melapor, Perusahaan HTI di Jambi Diberi SP3 oleh Kemenhut

REPUBLIKA.CO.ID, MUARATEBO, JAMBI - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) melayangkan surat peringatan ketiga atau  SP 3 pada dua perusahaan pemegang izin hutan tanaman industri (HTI) di Kabupaten Tebo, PT Arangan Lestari dan PT Gamasia Hutani.

Kedua perusahaan sektor kehutanan itu terancam mengalami pencabutan izin apabila tidak membuat laporan pertanggungjawaban secara kongkrit tentang rencana pelaksanaan kegiatan nyata di lapangan tahun 2011 ini kepada Menteri Kehutanan RI, kata Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Tebo, Yolly B Bungin, Selasa (6/9).

Kementrian Kehutanan, menurut dia, telah melayangkan surat peringatan ketiga kepada dua perusahaan pemegang izin HPTHI/UPHHK-HTI.

"Apabila dua perusahaan itu tidak menyampaikan secara kongrit laporan kegiatannya pada 2011 ini, maka akan diterbitkan keputusan Menteri Kehutanan tentang pencabutan izinnya," tegas Yolly.

Kawasan konsesi PT Arangan Lestari berlokasi di VII Koto dan PT Gamasia Hutani di Kecamatan Tebo Tengah.

Surat Peringatan (SP) III dengan nomor S.414/Menhut-VI/BUHT/2011 tertanggal 27 Juni 2011 yang ditandatangani Menteri Kehutanan melalui Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Imam Santoso.

Kemenhut meminta pertanggungjawaban pihak perusahaan agar melaporkan secara kongkrit tentang rencana pelaksanaan kegiatan nyata di lapangan tahun 2011 ini kepada menteri kehutanan.

Menurut Yolly B Bungin, Pemkab Tebo sejak tahun 2009 telah mengajukan pencadangan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) di wilayah HTI perusahaan tersebut.

Surat resmi pencadangan HTR nomor : 522/234/Dinhut/2009 tentang laporan pengelolaan areal HTI dua perusahaan sudah disampaikan ke Menteri Kehutanan.

"Sebelumnya Menteri Kehutanan sudah memberikan peringatan tertulis ke kedua perusahaan dan laporan kami sudah diterima di Jakarta, namun keinginan kita belum direalisasikan juga oleh perusahaan," kata Yolly.

Ia mengatakan saat ini di dalam areal izin perusahaan sudah banyak terjadi illegal logging dan penjarahan oleh masyarakat untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit dan karet.

Pemerintah kabupaten merekomendasikan agar areal tersebut dijadikan HTR. Perusahaan tidak melakukan aktivitas sejak izin diberikan pada tahun 1998 dengan jangka waktu 35 tahun seluas 19.000 Ha.

"Sejak tahun 2000, Gamasia Hutani tidak melakukan kegiatan sama sekali, baik pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan penanaman. Seharusnya izin mereka dicabut," kata Yolly.

Anggota Komisi II DPRD Tebo, Masri, minta pemerintah mengevaluasi seluruh perusahaan yang tidak menjalankan aktivitasnya. Dia mencontohkan PT. Limbah Kayu Utama (PT. LKU) yang selama 13 tahun ini tidak jelas operasinya.

"Perusahaan yang tidak efektif beroperasi di Tebo agar dievaluasi, termasuk pengelolaan tata ruang karena kebutuhan lahan untuk masyarakat yang semakin mendesak," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement