REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Menteri Hukum dan HAM RI sekaligus Ketua Panitia Seleksi (Pansel) calon pimpinan KPK Patrialis Akbar mengatakan kebijakan Pasnel yang hanya mengajukan delapan nama calon pimpinan KPK bukanlah kemauan pihaknya sendiri. .
"Jalan itu bukan maunya kita. Itu maunya undang-undang," kata Patrialis di Kantor Kemenkumham, Jakarta, , Senin (5/9). Patrialis enggan berkomentar soal polemik soal kuota capim KPK yang diajukan ke DPR yang disebabkan oleh putusan MK tentang masa jabatan Busyro Muqoddas yang menjadi sumber polemik tersebut.
"Itu tergantung penafsiran, pemerintah menafsirkan karena pak Busyro itu sudah dikukuhkan jabatannya oleh MK, masa jabatan pimpinan KPK itu harus 4 tahun, maka kami tinggal melaksanakan saja, kita kan negara hukum. Maka yang kita perlu pilih itu ya hanya 4 orang," ujarnya saat ditanya apakah DPR memiliki hak untuk menolak delapan nama calon yang diajukan pemerintah atau tidak.
Patrialis hanya mengingatkan, bahwa kebijakan pengajuan delapan nama calon pimpinan, bukan hanya kebijakan pemerintah dan Pansel. Kebijakan itu, kata Patrialis, adalah kebijakan masyarakat Indonesia. Pasalnya, dalam Pansel, hanya ada dua anggota yang merupakan perwakilan pemerintah, yaitu Ketua dan Sekretaris.
Sementara sisanya berasal dari unsur tokoh-tokoh masyarakat "Artinya putusan itu bukan putusan sepihak pemerintah tapi putusan bersama antara pemerintah dan tokoh masyarakat," ucapnya.
Seperti diketahui, permasalahan terkait nama capim yang disodorkan oleh Pansel tersebut bermula dari putusan MK tentang masa jabatan Ketua KPK saat ini, Busyro Muqoddas. MK menetapkan masa jabatan Busyro adalah 4 tahun.
Keputusan ini menganulir penetapan oleh oleh DPR RI dan Presiden yaitu satu tahun saat terpilih menggantikan jabatan Ketua KPK terdahulu, Antasari Azhar. Pansel kemudian mematuhi putusan MK itu dan memutuskan untuk memilih delapan orang capim yang akan diajukan ke DPR.
Keputusan Pansel itu disayangkan oleh Komisi III DPR. Menurut Komisi pimpinan Benny K Harman ini, putusan MK tidak berlaku surut atau tidak berarti membuat putusan DPR soal jabatan Busryo Muqoddas selama satu tahun itu batal.