Selasa 23 Aug 2011 16:16 WIB

MK Kabulkan Permohonan Uji Materi UU Ombudsman

Rep: C19/ Red: taufik rachman

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi (judical review) terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia dan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Pemohon uji materi itu adalah Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin, LSM Komite Pemantau Legislatif Sulawesi, serta sejumlah perwakilan lembaga ombudsman swasta di daerah.

Para pemohon meminta MK membatalkan pasal 46 ayat 1 dan ayat 2 yang melarang institusi, lembaga dan badan hukum, terbitan atau lainnya menggunakan nama ombudsman. Mereka juga meminta MK menafsirkan Pasal 43 dan ayat (1) dan ayat (2) yang menyebutkan Ombudsman dapat mendirikan perwakilan ombudsman di daerah provinsi atau kabupaten/kota yang memiliki hubungan hierarkis dengan ombudsman.

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Mahfud MD di gedung MK, Selasa (23/8). Dikatakan Mahfud, Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 37 Tahun 2008 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Menurut pemohon, pasal yang diuji itu seolah-olah menghapus/mengancam keberadaan lembaga ombudsman di daerah yang dibentuk dengan peraturan daerah. Sebab lembaga ombudsman di daerah tak lagi diperbolehkan menggunakan nama “Ombudsman”. Mereka diwajibkan mengganti nama dalam waktu dua tahun sejak UU Ombudsman Republik Indonesia  berlaku.

Hakim konstitusi Akil Mochtar dalam pertimbangan hukum mengatakan, mahkamah menyatakan lembaga ombudsman tidak dapat dimonopoli oleh negara. Sehingga larangan pembentukan lembaga dengan nama ombudsman oleh suatu lembaga atau organisasi tidak sejalan dengan semangat dan perlindungan konstitusional.

Sebab perlindungan tersebut dijamin oleh konstitusi, yakni hak untuk mendapat pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan.

“Larangan tersebut juga bertentangan dengan jaminan konstitusi,” kata Akil. Hal itu terkait hak setiap orang untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.

Dikatakan Akil, jaminan dan perlindungan hukum itu wajib diberikan kepada setiap lembaga atau institusi untuk membentuk lembaga ombudsman yang menjalankan fungsi independen. Yakni menerima laporan dan keluhan, melakukan investigasi serta memberi alternatif penyelesaian atau memberi rekomendasi kebijakan atau penyelesaian atas pengadan tersebut kepada pihak tertentu.

Adapun untuk pengujian UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK juncto UU Nomor 8 Tahun 2011, MK menolaknya sebab tidak bertentangan dengan konstitusi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement