REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mahkamah Agung (MA) berencana mengevaluasi sistem Direktorat Jenderal (Ditjen) Badan Peradilan Agama (Badilag) MA. Ketua MA Harifin Andi Tumpa, mengatakan evaluasi itu terkait dengan kinerja Ditjen Badilag MA yang dikritik mudah mengetok palu tanda perceraian.
Menurut Harifin, hakim pengadilan tinggi agama (PTA) harusnya memberi ruang mediasi cukup agar pasangan mempertimbangkan secara matang sebelum bercerai. Jika kritikan bahwa hakim PA kurang memberi waktu mediasi, pihaknya tentu akan mencari solusi terbaik.
“Tentunya itu perlu dievaluasi, hakim harus cukup memberi waktu mediasi agar perceraian tidak menjadi pilihan,” kata Harifin seusai shalat Jumat di komplek MA, Jumat (19/8).
Berdasarkan data PTA se-Indonesia pada 2010, terdapat empat faktor penyebab perceraian di kalangan pasangan rumah tangga di Indonesia. Antara lain, moral, meninggalkan kewajiban, menyakiti jasmani/rohani, maupun terus-menerus berselisih.
PTA Bandung menempati posisi pertama dengan memutuskan 84.084 kasus perceraian. Posisi kedua ditempati Surabaya dengan 68.092 kasus perceraian, Semarang 54.105 perceraian, keempat ditempati Makassar dengan 7.673 perceraian, dan Jakarta dengan 7.303 perceraian.
Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Nasaruddin Umar mengkritik kinerja hakim PTA yang dinilainya mudah menyetujui perceraian di pengadilan.
Nasaruddin mengharapkan, hakim memberi waktu cukup memberi kesempatan kedua belah pihak melakukan mediasi dengan waktu cukup. Sehingga dengan begitu, pasangan yang sedang terlibat pertikaian itu berpeluang untuk kembali rujuk.