Selasa 16 Aug 2011 18:39 WIB

Pemerintah Siapkan Langkah Hadapi Capital Outflow

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemerintah telah mengantisipasi terjadinya pembalikan arus modal masuk dan dampak buruk penurunan ekonomi global dengan menyiapkan beberapa langkah pengamanan seperti bekerja sama dengan Bank Indonesia untuk pembelian Surat Berharga Negara (SBN).

Pernyataan itu disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato penyampaian RUU RAPBN 2012 beserta nota keuangannya di depan rapat paripurna DPR RI di Jakarta, Selasa.

Selain itu, kata Presiden, pemerintah juga telah menyiapkan pembelian kembali SBN dengan dana APBN, pembentukan dana stabilisasi obligasi, dan penyiapan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk mendukung stabilisasi pasar SBN domestik.

"Langkah antisipasi ini kita lakukan untuk memberikan sinyal positif bahwa kondisi ekonomi Indonesia saat ini aman dan baik. Langkah-langkah ini, Insya Allah dapat meningkatkan kepercayaan dan keyakinan bagi para pelaku ekonomi," katanya.

Menurut Presiden, di tengah perkembangan ekonomi global yang penuh ketidakpastian, ekonomi Indonesia tahun ini diperkirakan tumbuh 6,5 persen yang merupakan pertumbuhan tertinggi setelah krisis 1998, yang didukung oleh investasi, ekspor, dan konsumsi masyarakat.

Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi akan digerakkan oleh sektor industri pengolahan, sektor pertanian dan sektor pertambangan.

Sementara untuk nilai tukar rupiah terus mengalami penguatan dan hingga akhir Juli 2011, rata-rata nilai tukar rupiah mencapai Rp8.716 per dolar AS, atau menguat 4,93 persen bila dibandingkan dengan posisinya pada periode yang sama tahun 2010.

Di lain pihak, penyaluran kredit perbankan sampai dengan Juni 2011 meningkat hingga mencapai Rp1.973 triliun, atau tumbuh lebih dari 23 persen.

Begitu pula, kondisi kesehatan perbankan juga makin kuat dengan rasio kecukupan modal bank umum hingga Mei 2011, relatif terjaga 17,4 persen, sedangkan rasio kredit bermasalah bank umum berhasil diturunkan menjadi sekitar 2,6 persen pada akhir tahun 2010. Ini merupakan tingkat terendah dalam lima tahun terakhir.

Presiden melihat, dari sisi perdagangan internasional, neraca transaksi berjalan mengalami surplus sekitar 5,6 miliar dolar AS pada tahun 2010 dan sekitar 2,3 miliar dolar AS sampai dengan bulan Juni tahun 2011.

Kondisi ini juga disertai dengan terjadinya surplus neraca modal, seiring dengan meningkatnya arus modal masuk ke negara kita, yang dalam semester pertama tahun ini naik sekitar 6,8 miliar dolar AS dari posisi akhir tahun 2010.

"Dengan perkembangan itu, cadangan devisa kita telah mencapai 123,2 miliar dolar AS pada awal Agustus 2011, sebuah peningkatan hampir 350 persen bila dibandingkan dengan cadangan devisa di tahun 2004 sebesar 36,3 miliar dolar AS," katanya.

Presiden Yudhoyono dalam kesempatan itu mengatakan asumsi pertumbuhan ekonomi pada RAPBN 2012 sebesar 6,7 persen atau lebih besar dibanding asumsi pertumbuhan ekonomi pada APBN Perubahan 2011 sebesar 6,5 persen.

"Berdasarkan perkiraan perkembangan ekonomi global dan domestik, maka sasaran dan asumsi ekonomi makro, yang kita jadikan dasar Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2012, sekaligus sebagai dasar perhitungan besaran RAPBN tahun 2012 adalah pertumbuhan ekonomi 6,7 persen, laju inflasi 5,3 persen, suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan 6,5 persen, nilai tukar rupiah Rp8.800 per dolar AS, harga minyak 90 dolar AS per barel dan lifting minyak 950.000 barel per hari," katanya.

Sementara asumsi pada APBN Perubahan 2011 adalah inflasi 5,7 persen, kurs Rp8.700 per dolar AS, harga minyak 95 dolar AS per barel dan lifting minyak 945.000 barel per hari.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement