REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) mendesak Mabes Polri tidak hanya memeriksa mantan anggota KPU Andi Nurpati dalam kasus surat palsu, namun juga Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary. Sebab Hafiz dinilai lalai menjalankan tugas, sehingga membuat rapat pleno diambil alih Andi Nurpati.
"Aturannya rapat pleno penentuan kursi dipimpin Ketua KPU. Ini kok malah Andi Nurpati yang memimpin?" ujar koordinator kajian KIPP Girindra Sandino di sela-sela dialog nasional 'Masa Depan Konstitusi Demokratik' di Jakarta, Kamis (28/7).
Menurut Girindra, Ketua KPU terbukti lalai menjalankan tugas dan melanggar Undang-Undang Penyelenggara Pemilu Pasal 7. Jika menang terjadi pengambilalihan pimpinan rapat pleno, kata dia, harusnya diumumkan ke publik dengan berbagai alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Yang terjadi, sambung dia, hingga kini Ketua KPU belum menjelaskan mengapa bisa terjadi posisinya diambil alih Andi Nurpati. Hal itu merujuk pada surat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 112 tertanggal 14 Agustus 2009 terkait perolehan suara caleg Dewie Yasin Limpo darii Dapil Sulawesi Selatan 1 untuk calon anggota DPR RI.
"Selain pemalsuan surat, persoalan ini juga harus diselidiki polisi. Publik harus tahu kronologis sebenarnya," kata Girindra menegaskan.