REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mediasi antara keluarga Sekretaris Jenderal Partai Pemersatu Bangsa (PPB) Irzen Octa dengan Citibank menemui jalan buntu sehingga perkara gugatan perdata yang dilayangkan pihak keluarga Irzen akan memasuki pokok perkara sidang.
Hal itu disampaikan kuasa hukum keluarga Irzen, Ficky Fiher seusai sidang mediasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa. "Tadi mediasi dengan Citibank gagal. Dengan demikian, langsung masuk ke pokok perkara," kata Ficky saat ditemui wartawan. Dia mengatakan bahwa kegagalan mediasi ini salah satunya adalah kegagalan mendatangkan pihak prisipal, yakni Citibank.
Pada mediasi sebelumnya, Hakim Mediator Jihad Arkanuddin memerintahkan untuk memanggil pimpinan Citibank, baik cabang maupun pusat, agar hadir pada mediasi selanjutnya (Selasa).
Namun, kata Ficky, perintah tersebut tidak dipenuhi Citibank tanpa memberikan alasan yang jelas. "Principal Citibank tidak datang tanpa alasan," katanya.
Ficky mengatakan bahwa sidang akan dilanjutkan dua pekan mendatang dengan agenda jawaban dari pihak tergugat. Dalam pemberitaan sebelumnya, Esi Ronaldi (istri Irzen Octa) menggugat Citibank atas kematian suaminya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan tersebut didaftarkan ke pengadilan dengan bernomer 161/PDT.C/2011/PN.JKT.PST.
Dalam gugatannya ini menilai pihak Citibank tidak taat dan lalai dalam menjalankan kewajibannya sebagai perusahaan perbankan dalam melakukan kewajibannya, yaitu menempuh atau melakukan cara-cara yang merugikan kepentingan-kepentingan nasabahnya dengan cara kekerasan dalam penagihan kredit.
Menurut kuasa hukum Osi, perbuatan Citibank tidak sesuai dengan pasal 29 ayat 3 UU nomer 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU nomer 7 tahun 1992 tentang perbankan dimana intinya bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah dalam memberikan kredit atau pembiayaan.
Penggugat menerangkan bahwa gugatan ini dilakukan menyusul pihak Citibank tidak juga menanggapi somasi yang sudah dilayangkan sebelumnya oleh pihak keluarga.
Dalam gugatannya, pihak keluarga meminta tergugat membayar kerugian materiil sebesar Rp 1 triliun dan immaterial sebesar Rp 2 triliun. Kuasa hukum menilai jumlah itu wajar mengingat almarhum Octa meninggalkan dua anak yang masih sekolah.
"Demi pendidikan kedua anak almarhum, demi penegakan hukum dan demi tidak mudahnya nyawa diambil oleh debt collector maka wajar kalau pengunggat meminta kerugian sebesar Rp 3 triliun," terangnya seperti ditulis dalam berkas gugatan.