REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU - Ketua Dewan Pembina Organisasi Kemasyarakatan (ormas) Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh mengatakan, harapan Presiden pertama Republik Indonesi, Bung Karno, yang menginginkan bangsa ini berdaulat sepenuhnya, mandiri, dan berkepribadian belum terwujud.
"Bung Karno pernah menyatakan menginginkan Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat sepenuhnya, mandiri dan berkepribadian namun harapan sang proklamator tersebut belum mampu kita wujudkan sampai saat ini," katanya saat memberi orasi kebangsaan dalam kegiatan 'Merajut Nusantara' di Bengkulu, Ahad (24/7).
Ia mengatakan, Indonesia belum bisa berdaulat sepenuhnya seperti di bidang politik terlebih lagi ekonomi. "Di bidang ekonomi, kedaulatan bangsa Indonesia bisa dikatakan sangat memprihatinkan dalam upaya memperkuat sistem pasar ekonomi kerakyatan. Kita sudah kehilangan daya saing dengan produsen luar negeri. Hal itu dapat dilihat dari membanjirnya produk luar negeri di negara ini," ujarnya.
Di Indonesia, dari beras, daging, sayur-sayuran, garam hingga buah semuanya sudah mengimpor dari negara lain. "Ini semua adalah kelemahan bangsa Indonesia untuk memperkuat sistem ekonomi kerakyatan negara ini," ujarnya.
Menurut dia, kelemahan tersebut tidak boleh dibiarkan berlarut-larut dan harus dibuat strategi yang baik, sebab bila tidak maka dalam waktu tidak lama lagi diprediksi, produk dalam negeri Indonesia akan musnah berganti dengan produk luar negeri," katanya.
"Sungguh sangat membahayakan sekali apabila kita tidak mempunyai strategi untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri dengan barang dari negara lain," tambahnya lagi.
Oleh karena itu, katanya, diperlukan suatu komitmen untuk tidak membuang-buang waktu berpolemik dan saling menyalahkan. Untuk itu diperlukan kerja sama dan keteladanan yang baik dari pemimpin bangsa Indonesia.
Ia juga mengatakan, sejarah Bengkulu sangat erat dengan kelahiran kemerdekaan Indonesia karena pada waktu itu sang proklamator mempersunting seorang putri Bengkulu, Ibu Fatmawati, yang mendampinginya dan bahkan menjahit bendera pusaka merah putih yang kemudian dikibarkan di Istana Negara Jakarta pada saat proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.
"Catatan sejarah memberikan pemahaman kepada kita semua bahwa kemerdekaan yang diperoleh bukan atas pemberian bangsa asing, namun diperjuangkan dengan keringat dan tetesan darah dari para pejuang Indonesia," tuturnya.
Dari sejarah perjuangan Bung karno dan Ibu Fatmawati serta para pejuang lainnya tersebut dapat dilihat pengerahan seluruh daya upaya untuk satu misi mencapai kemerdekaan negara Indonesia.
Namun, menurut dia, cita-cita kemerdekaan yang dengan susah diperjuangkan oleh pahlawan-pahlawan di Indonesia yakni berkeadilan dan berkesejahteraan saat ini masih belum mampu didekati.
"Masyarakat saat ini serba individualistis, egoistis, dan hanya berpikir untuk jangka pendek sehingga cita-cita kemerdekaan masih jauh dari harapan," ujarnya.
Kegiatan "Merajut Nusantara" merupakan pagelaran menjahit duplikat bendera pusaka merah putih dalam rangka napak tilas perjuangan Ibu Fatmawati yang merupakan tokoh sejarah kunci kemerdekaan Indonesia.
Ibu Fatmawati merupakan putri asli Bengkulu yang menjadi istri Soekarno pada saat kemerdekaan Indonesia. Pada saat itu, sejarah mencatat Ibu Fatmawati yang menjahit Bendera Pusaka Merah Putih pertama ketika proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Dalam kegiatan "Merajut Nusantara" dilakukan berbagai agenda yakni lomba menjahit bendera merah putih berukuran raksasa yang dilakukan oleh ratusan warga. Selain itu, kegiatan itu juga memamerkan peninggalan Fatmawati, seperti mesin jahit, selendang, puisi dan pernak-pernik lainnya yang digunakan semasa mendampingi Soekarno dalam pengasingan di Kota Bengkulu pada 1942.