Selasa 12 Jul 2011 15:06 WIB

Siapa Sangka, Kota Besar Ternyata ikut 'Serap' Karbon

Sao Paulo, Brasil
Sao Paulo, Brasil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Beberapa ilmuwan, Selasa (12/7), memberikan sepotong berita baik mengenai pemanasan global. Dalam studi mereka ternyata menyimpulkan kota besar--yang selama ini dituding sebagai biang keladi--dapat menjadi bantuan yang mengejutkan dalam menyerap karbon dioksida (CO2), gas utama rumah kaca.

Sebanyak empat persen permukaan tanah di dunia didefinisikan sebagai perkotaan, jumlah yang diperkirakan bertambah saat manusia, sebagai penduduk planet ini, bertambah jadi tujuh miliar pada penghujung tahun ini menjadi 9,5 miliar jiwa pada pertengahan abad ini.

Namun tak seperti hutan, daerah kota dengan tempat sayurannya tak termasuk dalam hitungan mengenai "resapan", yang menyerap CO2 secara alamiah berkat fotosintesis. Namun satu studi baru menyatakan sumbangan tersebut boleh jadi cukup penting, demikian laporan AFP, Selasa (12/7).

Beberapa ilmuwan Inggris melakukan penelitian mereka terhadap kota besar Leicester di bagian tengah negeri tersebut, yang memiliki sebanyak 300.000 warga yang tinggal di daerah seluas 73 kilometer persegi.

Mereka mengukur kapasitas serapan-karbon di taman-tamannya, kebun rumahan, lanah industri yang terbengkalai, lapangan golf, lapangan bermain sekolah, pinggiran jalan dan tepi sungai.

Mereka mendapati bahwa 231.000 ton karbon terkunci di semua tempat itu, 10 kali lebih banyak daripada perkiraan. Jumlah itu sama dengan rata-rata buangan tahunan lebih dari 150.000 mobil salon, yang juga disebut sedan.

"Saat ini, tanah yang dulu di Inggris dipandang sebagai kota, kepadatan karbon biologinya diperkirakan sebagai nol," kata peneliti Zoe Davies dari University of Kent, Inggris tenggara.

"Studi kami memperlihatkan bukan ini masalahnya dan ada kolam karbon yang mendasar yang terkunci pada tanaman di dalam satu kota," katanya.

"Resapan" kota memang tidak dengan sendirinya menjadi penyelesaian bagi miliaran ton karbon yang dikeluarkan secara global tapi dapat membantu dalam meringankan dampaknya, terutama jika pemilik kebun menanam pohon --yang menyerap lebih banyak CO2 dibandingkan dengan rumput dan semak, kata wanita ilmuwan itu.

Dalam kasus di Leicester, sebagian besar lahan milik masyarakat atau yang dikelola oleh masyarakat di kota tersebut terdiri atas lapangan. Tapi jika 10 persen saja lahan itu ditanami pohon, maka simpanan karbon di kota itu akan melonjak sampai 12 persen, katanya.

"Jika lebih banyak pohon ditanam di daerah perkotaan untuk penyimpanan nilai karbonnya, harus ditanam pohon yang benar di tempat yang benar sehingga semuanya memiliki usia kehidupan yang lama dan produktif, dan ketika pohon tersebut mati, tanaman itu mesti diganti," Davies mengingatkan.

Pohon memiliki manfaat tambahan dalam menurunkan temperatur setempat, dan memberi tempat teduh. Sebaliknya, jalan beraspal dan bangunan bertingkat menyimpan radiasi sinar matahari selama siang hari. Keadaan itu mendorong terciptanya "pulau panas kota" yang dapat meningkatkan bahaya dari dampak gelombang panas pada kesehatan manusia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement