Senin 04 Jul 2011 10:10 WIB

Pengangkatan PNS Daerah tak Terkontrol

Rep: C13/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Besarnya belanja pegawai 124 daerah di atas 60 persen akibat ketidaktaatan

aturan pemerintah daerah (pemda) setempat. Juru bicara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnizar Moenek, Senin (4/7), mengatakan, banyak pemda melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi PNS.

Menurut dia, aturan tersebut berlaku efektif mulai 2006 lalu. Sayangnya, banyak pemda mengangkat tenaga honorer daerah (Honda) menjadi PNS tanpa perhitungan matang. "Sebetulnya kalau kita konsisten dengan aturan itu maka belanja pegawai bisa diseimbangkan," jelas Reydonnizar di Kantor Kemendagri.

Meski begitu, ia tak bisa menyalahkan sepenuhnya kepada pemda setempat. Pasalnya kenaikan belanja pegawai itu juga disumbang penambahan gaji pokok pegawai, meski naiknya tidak signifikan, dan peningkatan gaji pejabat sebagai dampak remunerasi. Serta, penambahan jumlah pensiun pejabat yang mendapat hak pensiunan lebih banyak akibat penyesuaian penerimaan ikut membebani anggaran negara.

Reydonnizar mengakui, penambahan PNS yang tak terencana dan terkontrol membebani keuangan negara. Namun, jika solusi untuk mengatasi masalah itu dengan program pensiun dini pihaknya kurang sependapat. Kemendagri, kata dia, perlu mengkaji secara komprehensif dan mendalam untuk melaksanakan pensiun dini. "Kami menghormati keluhan Menteri Keungan tentang belanja belanja pegawai kita yang membebani anggaran," ujarnya.

Namun, saran Reydonnizar, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) jangan semata melihat masalah itu dari segi biaya semata. Karena banyak variabel untuk menyeimbangkan belanja pegawai dan modal agar pembangunan di daerah bisa berjalan. Masalah sosial, politik dan ekonomi, sambung dia, perlu diperhatikan jika memang program pensiun dini diterapkan. "Ini agar tak menimbulkan gejolak. Jadi jangan pertimbangannya cost semata," katanya menandaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement