REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah pesimis swasembada gula pada tahun 2014 akan tercapai. Hal ini lantaran terhambatnya penyediaan lahan serta revitalisasi pabrik gula.
‘’Target produksi gula harus disesuaikan lagi menjadi 3,57 juta ton di tahun 2014,’’ tutur Menteri Pertanian, Suswono dalam rapat dengar pendapat dengan komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republika Indonesia, Kamis, (30/6). Suswono menyatakan sebelumnya Kementerian Pertanian menargetkan sasaran produksi gula mencapai 5,7 juta ton.
Angka ini dengan rincian 2,96 juta ton untuk kebutuhan rumah tangga dan 2,74 juta ton untuk kebutuhan industri. Peningkatan produksi menurutnya karena kebutuhan gula nasional diperhitungkan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk.
Hanya saja akibat terbatasnya lahan, target pun harus diturunkan menjadi 3,57 juta ton. itu pun menurutnya dengan catatan revitalisasi pabrik gula BUMN dapat berjalan dalam waktu dua atau tiga tahun ke depan.
Ia menjelaskan terhambatnya penyediaan lahan karena penerbitan ijin pelepasannya belum direalisasikan. Mentan mencontohkan di Kabupaten Merauke. Dari 350 ribu hektar lahan yang disiapkan untuk kebutuhan pengembangan gula, baru 25 ribu ha atau 0,7 persen lahan yang mendapat ijin pelepasan dari Kementerian Kehutanan. Lahan itu sendiri rencananya akan digarap untuk PT Rajawali Coorporate.
Lebih lanjut ia mengatakan target 3,57 juta ton gula juga sulit direalisasikan. Pasalnya revitalisasi pabrik gula tak segera dilakukan. Sehingga mengatakan jika revitalisasi pabrik gula tak dilakukan dalam beberapa tahun kedepan, maka targetnya bisa lebih kecil lagi sebesar 3,25 juta ton. ‘’Sehingga target swasembada gula tidak bisa tercapai di tahun 2014,’’ ujarnya.
Untuk itu untuk mendorong program ini Kementerian Pertanian menurutnya akan mengalokasikan anggaran dari tahun 2010 hingga tahun 2012. Jika di tahun 2010, Kementerian Pertanian menganggarkan dana sebesar 15,5 miliar maka di tahun 2011 anggarannya mencapai 88 miliar. Sedangkan di tahun 2012 anggaran itu naik beberapa kali lipat menjadi 204 miliar.
Anggaran tersebut dijabarkan Suswono digunakan untuk pembangunan kebun bibit melalui kultur jaringan. Kemudian menurutnya yang tidak kalah penting ialah perluasan tanaman tebu rakyat baik di Jawa maupun diluar Jawa. Selain itu juga menurutnya diperlukan berbagai infrastruktur seperti traktor dan sumber air. ‘’Kemudian juga pemberdayaan petani tebu,’’ ujarnya.
Dari pihak Kementerian Kehutanan, yaitu Sekretaris Jenderal Hadi Daryanto menyatakan lambat realisasi penyediaan lahan karena tidak semua lahan bisa ditanam oleh tebu. Sehingga pihaknya mencarikan lahan yang cocok untuk menanam tebu. “Masalah yang pertama tidak semua lahan bisa untuk tebu, tebu itu harus di lahan datar, makanya tidak semua provinsi bisa untuk tebu,” katanya di Gedung DPR.
Sebenarnya menurut Hadi pihaknya telah memberikan solusi yaitu melalui PP no 10 tahun 2010 tentang tata cara perubahan dan fungsi kawasan hutan. Sehingga kalau fungsinya tidak bisa jadi hutan produksi konversi maka dari segi regulasi menurutnya bisa dipermudah. Selain itu juga telah diterbitkan instruksi Presiden soal moratorium no.10 tahun 2011 yang memperbolehkan hutan alam primer dipergunakan untuk pengembangan pangan.
Sejauh ini ia menjelaskan pihaknya mencadangkan 294 ribu hektar lahan yang akan difungsikan untuk pengembangan perkebunan untuk gula. Hal ini dilakukan untuk menyukseskan swasembada gula 2014 terkait hambatan lahan yang selama ini dituntut oleh banyak pihak.
Ia menjelaskan dari jumlah tersebut, ada yang masih dalam tahap permohonan di dua lokasi di Sumatera Selatan seluas 78.279 hektar. Selain itu yang sudah dalam tahap izin prinsip seluas 132.564 hektar. Ia menambahkan jumlah yang sudah memiliki izin prinsip ada di 6 lokasi yaitu Kalimantan Selatan seluas 19.750 hektar, Papua seluas 22.195 hektar dan 15.650 hektar, Riau 5.145 hektar dan dua lokasi di Sumatera Selatan seluas 39.950 hektar dan 29.924 hektar.
Untuk pelepasan kawasan hutan, ia mengaku pihaknya sudah melepas seluas 99.093 hektar di 7 lokasi di Indonesia. “Gorontalo 6887 hektar, Kalsel 4.505 hektar, 4 lokasi di Lampung seluas 74.778 hektar dan Sulawesi Tenggara 12.922 hektar,” katanya.