REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Beberapa kejanggalan terkait kasus dugaan korupsi sistem administrasi badan hukum (Sisminbakum) diserahkan Indonesian Corruption Watch (CIW) ke Jaksa Agung, Basrief Arief. Wakil Koordinator ICW, Febridiansyah, berharap kajian tersebut dapat dipertimbangkan oleh Jaksa Agung sebagai bahan untuk meneruskan kasus Sisminbakum ke pengadilan.
Kejanggalan terjadi pada vonis Romli Atmasasmita dan Syamsudin Manan Sinaga. Menurutnya, vonis yang dijatuhkan bertolak belakang. Padahal, ungkapnya, majelis hakim yang menangani perkara dua terdakwa tersebut diputus hakim yang sama. Yakni, M.Taufik, Moh. Zaharudin Utama, dan Suwardi.
Waktunya pun, ungkap Febri, dilakukan pada hari yang sama yaitu 21 Desember 2010. Majelis hakim tersebut, ungkapnya, melakukan pertimbangan yang bertolak belakang dalam perkara ini. Untuk Romli, tidak terdapat perbuatan melawan
hukum. Sementara Syamsudin, ujarnya, terdapat perbuatan melawan hukum. Selain itu, perbuatan Romli dinyatakan oleh hakim tidak menyebabkan kerugian negara. Sementara untuk Syamsudin, hakim menyatakan sebaliknya, menyebabkan kerugian negara.
Untuk Romli, tuturnya, majelis hakim beralasan Romli tidak mencantumkan pengelolaan dana Sisminbakum di Pendapatan Negara Bukan Pajak sehingga bukan merupakan keuangan negara dan kerugian yang disebabkannya pun bukan kerugian negara. Sementara untuk Syamsudin, ujarnya, secara implisit mengakui bahwa dana Sisminbakum merupakan dana negara sehingga kerugian yang disebabkannya merupakan kerugian negara.
Yusril Ihza Mahendra dijerat pasal 2, pasal 3 dan pasal 12 huruf e Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana 20 tahun sampai hukuman seumur hidup. Yusril bersama Hartono Soedibyo ditetapkan sebagai tersangka kasus Sisminbakum sejak Juni 2010 lalu.
Keduanya dinilai bertangggung jawab atas pelaksanaan Sisminbakum di Kementerian Hukum dan HAM sejak 2001. Dari pelaksanaan Sisminbakum yang dinilai bermasalah itu, negara diperkirakan rugi sampai Rp 420 miliar.