Kamis 09 Jun 2011 15:43 WIB

'Andi Mallarangeng Seharusnya Malu Ketika Ada Skandal di Lembaganya'

Andi Mallarangeng
Foto: Antara/Andhika Wahyu
Andi Mallarangeng

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pakar kebijakan publik dari lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro juga mendorong agar KPK tak ragu memanggil kembali Andi Malarangeng serta menyelidiki lebih jauh kebenaran klaimnya. "KPK tak boleh berhenti, dia harus mengklarifikasi terus. Kalau tak dituntaskan, ini bisa menjadi borok," kata Siti seraya mengemukakan bahwa Andi harus ikut bertanggung jawab karena dia adalah pimpinan, Kamis (9/6).

Siti Zuhro mendasari pernyataannya atas analisis terhadap pola kerja di institusi kenegaraan serta sistem penyusunan dan pelaksanaan anggaran birokrasi. Menurut dia, dalam dunia birokrasi sipil memiliki napas yang hampir sama dengan sistem kemiliteran yakni sangat bersifat hierarkis dan komando.

Sistem itu berbeda dengan sistem di dunia intelektual dimana masing-masing pihak atau pejabat memiliki kebebasan. Dalam sistem komando itu tak dibenarkan sebuah kebijakan itu dibuat oleh bawahan tanpa endorsement atau izin dari atasan. "Sistem bottom up atau dari bawahan ke atasan itu tidak mungkin terjadi di dalam birokrasi kita, itulah watak dasar birokrasi kita," kata Siti.

Watak yang sama juga tercermin dalam proses penganggaran hingga tender proyek pemerintah seperti pembangunan wisma atlet di Kemenegpora tersebut. Pada kesempatan itu Siti Zuhro juga mendesak agar Andi benar-benar menerapkan etika pejabat publik yang seharusnya malu ketika terjadi kegagalan atau skandal di lembaga yang dipimpinnya.

Dia mencontohkan bahwa pejabat publik negara maju seperti Jepang akan segera mengundurkan diri apabila mengalami situasi yang sama seperti yang terjadi dalam kasus dugaan suap Seskemenegpora. Menurutnya, konsisten melaksanakan budaya malu itu bisa menjadi solusi dan jalan keluar karena terkait erat dengan kredibilitas pribadi dan pemerintahan.

Ia menambahkan, budaya malu yang awam dipraktikkan oleh pejabat negara maju justru ditunjukkan oleh elite PKS, Arifinto, yang rela mundur dari jabatan di DPR hanya karena ketahuan menonton gambar porno saat mengikuti sidang paripurna DPR. Saat ini KPK masih dalam tahap investigasi kasus Seskemenegpora dan telah menetapkan Wafid, Mindo, dan El Idris sebagai tersangka.

Namun KPK masih belum menemukan bukti keterkaitan mantan bendahara umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, yang selama ini sering disebut-sebut terkait kasus tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement