REPUBLIKA.CO.ID, Perempuan berwajah bulat dengan rambut lurus panjang itu masih berbicara dengan seseorang melalui telepon genggamnya. Nada suaranya menekankan bahwa lawan bicaranya harus lebih tenang, dan tetap fokus untuk mengambil sampel darah, sesuai yang dia perintahkan.
"Iya, pokoknya sampel darah adiknya diambil dulu ya ibu, setelah itu baru kemari, tidak usah bayar lagi, kan sudah kemarin," kata dia, yang kemudian menutup telepon.
Nama perempuan itu Ade Komariah Indira, manager kasus HIV Klinik Voluntering Conceling and Testing (VCT) Rumah Sakit Umum Daerah Abdoel Moeloek (RSUDAM). Ade sekaligus Koordinator Jaringan Orang Terinfeksi HIV Indonesia (JOTHI) Provinsi Lampung.
Dia baru saja berbicara dengan wali dari salah seorang bocah empat tahun asal Kabupaten Way Kanan yang terinfeksi HIV, sebut saja namanya Manda (4). Saat itu, dia sedang menunggu hasil uji Laboratorium kadar CD4 dalam darah Manda, untuk menentukan metode pengobatan selanjutnya bagi balita yang terinfeksi HIV dari ibunya itu.
CD-4 adalah sel dalam darah yang merupakan tipe limposit dan berfungsi untuk menjaga daya tahan di dalam tubuh.
Orang yang terinfeksi HIV dan memiliki kadar CD-4 yang lebih kecil dari 800, harus menjalani terapi ARV untuk meningkatkan kembali kadar sel CD-4 yang dia miliki.
"Ibunya tertular dari ayahnya yang sopir truk. Ayahnya meninggal empat tahun lalu, ibunya menyusul tiga setengah tahun berikutnya, sekarang Manda diasuh neneknya," cerita Ade tentang bocah malang itu. Saat ini Ade mendampingi delapan Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) yang mencakup seluruh wilayah Lampung, sebagian besar masih berstatus anak-anak dan tinggal di pelosok.
Tentang "kegigihannya" dalam melakukan pendampingan ini rupanya didorong oleh motivasi yang sangat personal, karena dia juga seorang ODHA yang sudah berani "Open status". Perempuan berusia 30 dengan dua anak itu mengaku mendapatkan virus itu dari suaminya yang kini sudah almarhum, seorang pengguna narkoba jenis jarum suntik.
Seperti Manda, virus itu juga menginfeksi tubuh anak bungsunya yang berusia tiga setengah tahun. "Kami menjalani terapi ARV secara teratur, syukurlah masih berada pada lini pertama," kata dia, tersenyum.
Tertinggi ibu rumah tangga
Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nafsiah Mboi, dalam acara workshop wartawan dan populasi kunci dalam strategi penanggulanan HIV/AIDS di Jakarta, beberapa waktu lalu mengungkapkan, jutaan bayi di Indonesia berpotensi tertular HIV/AIDS dari ibunya apabila tidak ada upaya serius dari semua pihak untuk melakukan pencegahan.
"Potensi perempuan berisiko terkena HIV karena bersuami pria yang mengidap virus tersebut adalah sebanyak 1,6 juta orang, sedangkan data hingga Maret 2011 menyebutkan sebanyak 2.160 ibu rumah tangga telah tertular," kata dia.
Menurut dia, ibu rumah tangga merupakan kalangan terinfeksi HIV/AIDS tertinggi dari kalangan perempuan di Indonesia saat ini, jauh melebihi penjaja seks yang jumlahnya hanya mencapai 457 orang. Jumlah kasus AIDS hingga Maret 2011 di Indonesia adalah sebanyak 24.482 kasus, dan lebih dari 50 persen di antaranya ditularkan melalui hubungan seks heteroseksual.
Jumlah kasus AIDS dengan penularan melalui hubungan heteroseksual mencapai 13 ribu kasus, melalui jarum suntik sebanyak 9.279, dan penularan dari orang tua terhadap anak sebanyak 637 kasus.
Menurut Nafsiah, terjadi perubahan pola penularan pada akumulasi kasus HIV/AIDS pada 2011 dibandingkan 2006, dari penggunaan jarum suntik menjadi hubungan seks heteroseksual.
"Pada 2006 penularan melalui jarum suntik mencapai 50,3 persen dari jumlah keseluruhan kasus pada saat itu, sedangkan pada 2010, menurun menjadi 38,4 persen," kata dia. Sebaliknya, terjadi perubahan signifikan pada penularan melalui hubungan seks heteroseksual, yang meningkat dari hanya 40,3 persen dari keseluruhan kasus pada 2006, menjadi 52,7 persen pada 2010.
Berdasarkan data KPA Kota Bandarlampung, jumlah kasus HIV/AIDS di kota itu sejak 2005 hingga Maret 2011 adalah sebanyak 214 kasus. Data tersebut menunjukkan, bahwa ada peningkatan jumlah kasus HIV/AIDS di Kota Bandarlampung, dan epidemik itu merupakan fenomena gunung es, karena masih banyak orang dengan HIV AIDS (ODHA) yang belum terdata dan tertangani.
Ketua I Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Bandarlampung, Eva Dwiyana Herman HN, mengakui, telah terjadi peningkatan epidemi HIV yang signifikan dalam lima tahun terakhir di Bandarlampung, dengan penularan utama terjadi akibat hubungan seksual beresiko, dan penggunaan jarum suntik secara bersama.
Masalah Manda
Kembali ke Manda, bocah berusia empat tahun yang didampingi Ade, siang itu telah tiba di klinik VCT RSUDAM Lampung dan membawa sampel darahnya, termasuk data kadar CR-4 terkini. Manda, yang masih balita itu, memegang sebuah mainan kecil berbentuk rumah-rumahan, digendong neneknya, dan tidak berhenti tersenyum.
Senyumnya itu seolah tidak mempedulikan berat badan dan sistem kekebalan tubuhnya yang semakin menurun akibat tergerogoti HIV, dan mengantarnya ke RSUDAM siang itu untuk memulai terapi rutin yang akan dia jalani seumur hidupnya.
Dengan tatapan mata penuh harap, seolah dia menyampaikan isi hatinya kepada Ade, yang juga memandangnya penuh otimisme, "Aku ingin hidup seribu tahun lagi".