REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU - Direktur Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan, Darori, menyatakan kayu sitaan dari pembalakan liar dimusnahkan untuk menimbulkan efek jera.
"Lebih baik kayu pembalakan liar dimusnahkan saja atau digunakan untuk tujuan sosial," kata Darori pada Seminar Strategi Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Hukum dalam Bidang Kehutanan, di Pekanbaru, Selasa (7/6).
Darori mengatakan hal tersebut dikarenakan adanya modus pelelangan kayu sitaan yang ternyata jatuh ke tangan pembalak liar dan mafia kehutanan.
Modusnya, lanjut Darori, mafia hutan membayar orang untuk membalak hutan lalu menggunakan LSM yang "ditunggangi" cukong kayu untuk melaporkannya ke aparat hukum. Kemudian cukong kayu tersebut mengikuti proses lelang dan akhirnya mendapatkan kayu tersebut.
Ia menjelaskan, banyak modus lain yang mencari celah untuk menguasai kayu sitaan pembalakan liar. Mereka meminta Kementerian Kehutanan memberi dispensasi harga yang lebih rendah dalam proses lelang dengan alasan kayu tersebut sudah rusak sehingga harga ekonomisnya rendah.
Cara itu, lanjutnya, pernah terjadi di Papua. "Di Papua ada yang meminta meminta dispensasi pelelangan kayu merbabu karena dikatakan sudah rusak. Ya kami mendengarnya tertawa saja, karena kayu merbabu itu bisa tahan puluhan tahun tak akan lapuk," katanya.
Ia mengatakan Kementerian Kehutanan bisa memberikan dispensasi untuk mempercepat proses lelang kayu untuk barang sitaan yang mudah rusak. Namun, uang hasil lelang dibekukan dulu hingga keluar vonis hakim di persidangan.