REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Presiden ke tiga RI BJ Habibie menyampaikan pidato kenegaraan yang memukau. Sejumlah hadirin yang hadir seringkali memberikan tepuk tangan riuh atas pidato yang disampaikan dalam peringatan Hari Kesaktian Pancasila, 1 Juni di Gedung Nusantara IV.
Dalam pidatonya, Habibie terlihat ekspresif dan menggunakan bahasa yang lugas. Ia mempertanyakan dimana Pancasila sekarang?
"Sejak 1998, Pancasila seolah tenggelam dan hilang dari memori politik bangsa. Pancasila kini tersandar di lorong sunyi di tengah-tengah hiruk pikuk demokrasi dan kebebasan berpolitik," imbuhnya.
Menurutnya, sejak zaman demokrasi terpimpin, demokrasi terpimpin, demokrasi pancasila, hingga demokrasi era reformasi, di setiap zaman, Pancasila harus melewati dan diuji ketangguhannya sebagai dasar filosofi bangsa Indonesian.
Dalam jangka waktu itu pula, Pancasila seolah telah dilupakan dan lenyap. Alasannya, karena situasi dan lingkungan kehidupan bangsa yang telah berubah baik domestik, regional, maupun global.
Tak hanya itu, perkembangan hak azasi manusia yang tak diimbangi dengan kewajiban azasi manusia. Begitu pula perkembangan teknologi informasi yang menjadi kekuatan berpengaruh sekaligus rentan terhadap manipulasi reformasi dengan segala dampaknya.
Maka, ia beranggapan perlu reaktualisasi nilai-nilai Pancasila agar dapat tetap dijadikan acuan bangsa dan negara. "Secara formal, Pancasila diakui tetapi tidak dijadikan pilar dalam membangun bangsa," katanya.