REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Anggota Komisi V DPR, Abdul Hakim, menilai kasus kecelakaan pesawat Merpati jenis MA-60 di Kaimana, bukan hanya faktor teknis semata dan insiden itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah.
Hal ini, ujarnya di Gedung DPR Jakarta, Jumat, karena keputusan untuk membeli 15 pesawat jenis MA 60 berdasarkan pembicaraan bilateral antara pemerintah Indonesia dengan Pemerintah China. Oleh karena itu, ia menambahkan, keputusan untuk percaya pada kualitas kelaikan Pesawat MA-60 ini menjadi tanggung jawab pemerintah sebagai regulator.
Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Lampung 2 ini juga mensinyalir adanya persoalan terkait dengan sertifikasi kelaikan standar yang dikeluarkan oleh Direktorat Kelaikan Udara, Kementerian Perhubungan.
Apalagi berdasarkancatatan dari "International Civil Aviation Organization/Organisasi Penerbangan Internasional (ICAO) tertanggal 27 Maret 2006, sertifikasi yang dikeluarkan tidak memenuhi standar internasional.
Padahal berdasarkan amanat UU No. 1 Tahun 2009, pemerintah dalam waktu 1 tahun harus sudah membentuk lembaga sertifikasi penerbangan. "Sudah lebih dari 1 tahun sejak UU ini disahkan dan sampai saat ini pemerintah belum mempunyai lembaga sertifikasi yang dimaksud," ujar Hakim.
Menurut Legislator PKS ini, jika standar lembaga sertifikasi ini sudah mendapat pengakuan setara dengan "Federal Aviation Administration" (FAA)/Lembaga Standarisasi Penerbangan Amerika Serikat, maka tidak diperlukan lagi opini dari FAA untuk menentukan kelaikudaraan pesawat yang digunakan.
"Belajar dari kasus ini, Komisi V akan terus mendesak pemerintah agar segera membentuk Penyelenggara Layanan Umum Sertifikasi Kelaikudaraan," ujar Hakim.