Jumat 20 May 2011 09:20 WIB

Cegah Pencucian Otak NII di Kampus, Para Rektor Gelar Pertemuan

Rep: Nuraini/ Red: cr01
Sejumlah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) membawa poster dan foto rekan mereka yang diduga diculik oleh aktivis NII.
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Sejumlah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) membawa poster dan foto rekan mereka yang diduga diculik oleh aktivis NII.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Paguyuban Rektor Jawa Timur menilai kasus pencucian otak terjadi lantaran empat pilar kebangsaan tidak lagi dipedulikan dalam pendidikan. Empat pilar kebangsaan tersebut yakni Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika.

Menurut Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Muhadjir Effedy, dalam pertemuan rektor se-Jatim, karakter kebangsaan belum terbentuk dari lulusan perguruan tinggi (PT). Karena itu, pendidikan karakter harus ditumbuhkan dalam PT yang merupakan institusi pendidikan terakhir. “Empat pilar kebangsaan itu perlu ditumbuhkan lagi dalam institusi pendidikan agar karakter bangsa terbentuk, “ ujarnya, Kamis (19/5).

Dalam pertemuan rektor tersebut disepakati sejumlah poin dalam mencegah kasus pencucian otak NII. Perguruan tinggi di Jatim akan mengintegrasikan empat pilar kebangsaan tersebut dalam perkuliahan. Perekrutan mahasiswa dinilai lantaran ideologi besar bangsa lemah sehingga bisa dikalahkan pemikiran NII.

Pendekatan kelompok NII dilakukan dengan memberi ide yang menganggap Indonesia adalah negeri Jahiliyah. Para korban pencucian otak ini pun kemudian kebingungan. Hal ini membuat para korban sulit keluar dari pemikiran tersebut.

Selain menyepakati integrasi empat pilar kebangsaan dalam pendidikan, para rektor memandang perlunya peninjauan kembali pola rekrutmen dosen. Pasalnya, dosen yang memahami dan mematuhi empat pilar kebangsaan sudah jarang. Untuk tingkat mahasiswa, PT perlu memberikan pendampingan sejak awal masa perkualiahan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement