Kamis 19 May 2011 21:52 WIB

Intelijen Jangan Dijadikan Alat Negara

Rep: Esthi Maharani/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pembahasan daftar inventaris masalah (DIM) mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Intelijen Negara kali pertama dibahas dalam masa sidang IV di Komisi I. Dalam pembahasan itu, perdebatan awal muncul mengenai status kelembagaan intelijen.

Anggota Komisi I dari Fraksi PKS, HM Gamari mengatakan intelijen merupakan lembaga dan alat negara. Artinya, intelijen tidak menjadi alat  atau instrument pemerintah. Sebab, dikhawatirkan jika hal itu dilakukan, intelijen berpeluang akan digunakan sebagai alat penguasa untuk membela dirinya. Tak hanya itu, bisa jadi intelijen dijadikan alat untuk melawan musuh politiknya.

“Kalau intelijen ini dipakai penguasa untuk memata-matai rakyatnya, untuk memata-matai lawan politiknya, ini berbahaya betul,” katanya, Kamis (19/5).

Anggota Komisi I dari Fraksi Gerindra, Ahmad Muzani ikut menegaskan kekhawatiran mengenai bisa disalahgunakanya fungsi intelijen perlu harus bisa dijamin negara. “Apa jaminan kalau lembaga intelijen ini tidak menjadi alat pemerintah?” katanya.

Ia mengusulkan agar hal tersebut ditegaskan dalam bentuk pasal. Sehingga ada jaminan dari negara bahwa hal yang dilakukan intelijen adalah untuk kepentingan negara. “Pasal itu harus tegas, bukan pasal karet atau pasal yang berada di grey area,” katanya.

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Sutanto mengatakan kekhawatiran intelijen dijadikan alat penguasa akan justru akan dicegah dengan adanya RUU Intelijen Negara ini. “UU ini cukup keras ada sanksi hukum untuk mencegah hal itu,” katanya.

Ditegaskannya pula, isu yang berkembang mengenai intelijen akan punya kewenangan menangkap tak sepenuhnya benar. Sebab, ada parameter tersendiri yang jelas sehingga memungkinkan hal tersebut terjadi.

“Secara definisi, yang bersangkutan bisa menimbulkan ancaman besar, korban jiwa besar, dalam waktu singkat dan tidak sempat aparat untuk menangani lebih dulu. Selain itu, sudah adanya bukti jelas dan adanya kesempatan dia untuk melarikan diri,” katanya.

Ditegaskannya pula, intelijen dalam keadaan darurat harus cepat berbuat. Jangan sampai untuk kepentingan yang lebih besar, justru pihak yang dicurigai bisa lepas. Termasuk keberadaan UU yang terlalu ketat. “Tentu harus melihat, toh ada rambu-rambunya,” katanya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement