REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Fraksi Demokrat Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) mendorong pengusutan secara tuntas kebijakan deposito dana Otsus Papua senilai Rp 1,85 triliun sejak periode 2008-2010 oleh Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
Anggota Fraksi Demokrat DPRP, Albert Bolang kepada ANTARA di Timika, Kamis mengatakan fraksinya telah mendorong terbentuknya Panitia Khusus (Pansus) DPRP untuk melakukan investigasi ke bank-bank terkait kasus deposito dana Otsus tersebut. "Sampai sekarang kami masih menunggu hasil kerja Pansus DPRP seperti apa. Fraksi kami menginginkan agar masalah ini diusut hingga tuntas," jelas Albert.
Menurut dia, memang ada aturan hukum yang membolehkan mendepositokan uang milik pemerintah, namun maksimal hanya dua bulan dan bukan dalam bentuk akumulasi anggaran selama beberapa tahun.
Sesuai temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pada periode 2008-2010, BPKAD Provinsi Papua telah mendepositokan dana Otsus Papua senilai Rp1,85 triliun ke sejumlah bank. Perinciannya, Rp1,25 triliun didepositokan ke Bank Mandiri dengan nomor seri AA 379012 per 20 November 2008.
Selanjutnya Rp250 miliar didepositokan ke Bank Mandiri dengan nomor seri AA 379304 per 20 Mei 2009 dan Rp350 miliar didepositokan ke Bank Papua dengan No seri A09610 per 4 Januari 2010.
Dalam pertemuan dengan kalangan DPRP di Jayapura beberapa waktu lalu, Kepala BPKAD Provinsi Papua Achmad Hatari menjelaskan dana yang didepositokan itu sudah ada pemiliknya dalam hal ini yakni para kontraktor.
Albert menyangsikan jawaban Achmad Hatari tersebut karena jika dana itu sudah ada pemiliknya maka seharusnya langsung dibayarkan, dan bukannya malah didepositokan. "Saya kira itu hanya alasan klasik dan perlu didalami mengapa dana ini terakumulasi sejak tahun 2008 sampai 2010. Apalagi soal berapa besar bunga depositonya tidak pernah dijelaskan saat Penetapan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) sebelum pembahasan RAPBD," tutur Albert yang merupakan wakil rakyat dari Daerah Pemilihan (Dapil) Mimika itu.
Dengan terungkapnya kasus deposito dana Otsus oleh BPKAD Provinsi Papua, menurut Albert, menjadi jelas bagi semua kalangan mengapa penyaluran dana Otsus ke tingkat kabupaten/kota di Papua dilakukan terlambat dari semestinya.
"Ada banyak keluhan dari kabupaten soal keterlambatan pengucuran dana Otsus. Yang terjadi selama ini dana Otsus tahun 2008 baru dikucurkan tahun 2009 dan seterusnya. Kalau tidak percaya, tanyakan langsung ke bupati-bupati di Papua. Ini indikasi adanya permainan yang tidak beres dalam pengelolaan dana Otsus selama ini," ujar Albert.
Ke depan, katanya, Fraksi Demokrat DPRP mengusulkan agar pertanggungjawaban pengelolaan dana Otsus harus terpisah dari APBD dan pendistribusian dana tersebut ke tingkat kabupaten/kota di Papua harus sudah dilakukan paling lambat bulan Maret setiap tahun.