REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Apabila ASEAN menerima usulan Myanmar untuk menjadi ketua ASEAN pada 2014 tampaknya akan membawa risiko yang tidak ringan. Pandangan ini disampaikan pengamat masalah internasional dari The Habibie Centre, Dewi Fortuna Anwar, di sela-sela penyelenggaraan pertemuan pubcak ASEAN 2011, Sabtu (7/5).
Menurut Dewi, keinginan Myanmar itu bertepatan dengan kesiapan ASEAN menghadapi tahun 2015 sebagai dimulainya ASEAN Community in a Global Community of Nations yang sudah dicanangkan sejak jauh hari. "Kalau sampai bermasalah, hal itu dapat membuat mitra dialog melakukan boikot," katanya.
Oleh sebab itu, kata Dewi, Myanmar harus mampu meyakinkan negara ASEAN lainnya bahwa mereka telah melakukan perubahan. Pembebasan tokoh demokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi dari status tahanan rumah beberapa waktu lalu, belumlah menjadi jaminan bahwa negara bekas jajahan Inggris itu telah mengalami banyak perbaikan kebijakan.
"Apalagi pemerintah setempat masih menahan sejumlah tahanan politik lainnya. Myanmar harus betul-betul meyakinkan masyarakat internasional bahwa mereka telah berubah," tambahnya.
Bagi ASEAN sendiri yang ingin menjadi bagian dari masyarakat global, keinginan Myanmar itu apabila tidak dicermati secara hati-hati dapat mengganggu terwujudnya cita-cita ASEAN tersebut.
Terkait masalah Myanmar, Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pernyataan usai menutup Pertemuan puncak ASEAN ke-18, mengatakan ASEAN mendukung perubahan politik yang terjadi di Myanmar setelah pemilu parlemen. "ASEAN percaya permintaan Myanmar untuk menjadi ketua ASEAN 2014 berdasarkan pada komitmen yang sesuai dalam prinsip piagam ASEAN," kata SBY.