REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR--Hutan Indonesia kini menghadapi tekanan berat akibat adanya aksi penebangan liar, perambahan dan alih fungsi hutan yang mengancam kelestarian keanekaragaman hayati. "Kerusakan hutan telah menganggu sistem ekologi alam yang telah tertata, yang pada akhirnya dapat mengancam kehidupan manusia," kata Ria Saryanthi, dari Conservation Programme Manager Burung Indonesia dalam rilis yang dikirim melalui media elektronik kepada ANTARA di Bogor, Sabtu.
Ia mengatakan, sekitar 40 juta pendudukan Indonesia bergantung secara langsung pada sumber daya hutan (kayu, rotan, kayu bakar), serta jutaan penduduk lainnya memperoleh manfaat secara tidak langsung dari keberadaan hutan. Dijelaskannya, wilayah hutan Sumatera dan Kalimantan merupakan yang paling berat menghadapi tekanan.
Ia menyebutkan hasil kajian Hansen dan Kolega (2009) yang menunjukkan bahwa 70 persen perusahaan yang memanfaatkan hasil hutan di Indonesia, terkonsentrasi di kawasan tersebut.
Bahkan, lanjut Ria, sejak 1990, tutupan hutan dataran rendah Sumatera dan Kalimantan berkurang hingga 41 persen. "Kesadaran untuk merawat bumi sudah sewajarnya ditanamkan sejak dini, karena erat kaitanya dengan keberlangsungan hidup makhluk di dunia," katanya.
Ria mengatakan, memperingati Hari Bumi, Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia) yakni organisasi yang bermitra dengan Global Birdlife Internasional yang bekedudukan di Inggris, mengajak masyarakat untuk melestarikan hutan. "Melestarikan hutan sama halnya dengan merawat bumi dan mengendalikan temperaturnya yang beberapa dekade terakhir semakin meningkat," katanya.
Lebih lanjut ia menyebutkan, menyelamatkan hutan berarti pula menyelamatkan makhluk hidup di dalamnya, termasuk manusia. Hutan merupakan lumbung keragaman hayati yang bisa dimanfaatkan sebagai baha pangan, papan, obat-obatan hingga sumber daya genetik.
Dijelaskannya, hutan merupakan gantungan hidup bagi hampir seperempat penduduk bumi dan menjadi tempat tinggal 300 juta orang di seluruh dunia. "Hutan tropis, termasuk hutan yang harus dijaga kelestariannya," kata Ria.
Ia mengatakan, pada Konferensi Iklim dan Hutan 2010 di Oslo, Norwegia, terungkap bahwa secara global hutan tropis dapat menyerap emisi hingga 17 persen dan berperan besar dalam mengatasi perubahan iklim. Namun, lanjut dia, kondisi hutan tropis juga menghadapi permasalahan besar terutama defortasi yang mencapai angka 13 juta hektare per tahunnya. "Defortasi yang terjadi pada kawasan hutan tropis sangat berpengaruh terhadap kehidupan burung," katanya.
Sekitar 50 persen jenis burung di dunia terancam punah karena hutan sebagai habitat utama terusik oleh manusia. Di Indonesia, dari seluruh jenis burung yang terancam punah, lebih dari setengahnya tinggal di hutan.
Jenis-jenis merpati hutan (Columba sp), uncal (Macropygia sp), delimukan (Chalcopaps sp dan Gallicolumba sp), pergam (Ducula sp), dan walik (Ptilinopus sp) yang merupakan keluarga merpati, memiliki ketergantungan sangat tinggi dengan habitat hutan. "Tak mengherankan jika dari 122 jenis yang terancam punah di Indonesia, 12 di antaranya merupakan suku Collumbidae," katanya.