Jumat 22 Apr 2011 18:49 WIB

Peringatan Hari Kartini Jangan Cuma Kebaya dan Lomba Masak!

Sejumlah murid taman kanak-kanak berkumpul sambil bercanda dengan mengenakan berbagai busana adat saat memperingati Hari Kartini di TK Islam Terpadu Sultan Agung 01 Semarang, Jateng, Kamis (21/4).
Foto: ANTARA/R Rekotomo
Sejumlah murid taman kanak-kanak berkumpul sambil bercanda dengan mengenakan berbagai busana adat saat memperingati Hari Kartini di TK Islam Terpadu Sultan Agung 01 Semarang, Jateng, Kamis (21/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAMBI-- Kalangan aktivis perempuan Jambi menilai hari Kartini setiap 21 April sudah saatnya diperingati lebih substansial. "Hari Kartini jangan lagi sebatas seremonial, seperti ditandai dengan wanita berpakaian serba kebaya," kata aktivis perempuan dari LSM Gender and Children Crisis Centre 'Prisma' Endang Kuswardhan, di Jambi, Jumat.

Menurut Endang, peringatan secara seremonial seperti yang dilakukan selama ini justeru kontraproduktif karena menimbulkan kesan melemahkan kalangan perempuan itu sendiri.

Ia menilai, berbagai model dan materi peringatan hari-hari besar yang kini  diperingati secara massal tersebut masihlah sebatas seremonial dan artifisial. ''Samasekali belum menyentuh ke substansi dan esensi dari perjuangan kalangan perempuan di tanah air sendiri seperti yang diusung dalam semangat RA Kartini. Jadinya kontra produktif, khususnya seperti yang terjadi di Jambi,'' kata Endang.

''Semisal menilik dari materi kegiatan yang selalu monoton seperti selalu diisi dengan berbagai kegiatan berbau perempuan sebagai makluk yang lemah layaknya jargon tugas perempuan dalam paradigma konvensional masyarakat yakni di dapur, sumur dan kasur. Itu sangat kolot dan melemahkan,'' tegasnya.

Seperti diwajibkannya perempuann mengenakan busana kebaya pada hari Kartini tersebut, sampai-sampai kota Jambi dipenuhi perempuan besar kecil tua muda berbusana Kartini.

Lalu kegiatan seperti lomba-lomba juga terkesan sangat melemahkan perempuan, seperti lomba memasak, lomba merangkai bunga, lomba peragaan busana, lomba merias wajah dan lain sebagainya.

Menurut Endang, semestinya paradigam kuno dan kolot itu sudah saatnya diubah dengan pemerintah sebagai pelopornya karena di tangan mereka kebijakan atas konsep itu berada.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement