REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan masih mendalami temuan Badan Pemeriksa Keuangan soal dugaan penyimpangan dana otonomi khusus Provinsi Papua.
"Itu akan kami dalami kasusnya seperti apa. Yang tahu itu BPK," kata Mendagri di Jakarta, Rabu, setelah menghadiri seminar yang diselenggarakan Majalah Forum dengan tema "Menuju Otonomi Daerah dan Reformasi Birokrasi yang Ideal".
Gamawan menuturkan, temuan BPK tersebut telah disampaikan ke Dirjen Keuangan Daerah, Kemdagri, untuk didiskusikan dan didalami secara rinci. Dalam kesempatan tersebut, Mendagri meluruskan bahwa menyimpan dana dalam bentuk deposito tidak dilarang menurut aturan, tetapi harus dilihat pula dari sisi efektivitas pemanfaatannya.
Dana otsus yang disimpan dalam deposito tidak dilarang sepanjang tidak mengganggu likuiditas dan program yang seharusnya berjalan, ujarnya.
"Dalam peraturan dimungkinkan didepositokan, tapi kalau mengganggu tidak diperbolehkan. Misalnya dana pendidikan itu kan 'by case', ada dana yang harus direalisasikan untuk pendidikan jangan menghambat program dan kegiatan pendidikan," katanya menanggapi deposito dana otsus Papua.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Investasi Daerah, pasal 116 menyebutkan pemerintah daerah dapat melakukan investasi jangka pendek dan jangka panjang untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan atau manfaat lainnya.
Investasi yang digolongkan sebagai investasi jangka pendek antara lain deposito berjangka 3 sampai 12 bulan dan atau yang dapat diperpanjang secara otomatis, pembelian Surat Utang Negara (SUN) jangka pendek, dan Sertifikat Bank Indonesia.
Dana otsus Papua dibolehkan untuk disimpan dalam deposito, tetapi dikaitkan dengan efektivitas penggunaan dan pemanfaatan dana yang seyogyanya digunakan untuk program pendidikan dan kesehatan, deposito dana otsus ini dinilai kurang pantas.
Sementara itu, sebelumnya BPK menemukan dugaan penyimpangan dalam penggunaan dana otsus Papua 2008-2010. BPK menemukan dana otsus Papua dalam bentuk deposito senilai Rp1,85 triliun yang seharusnya digunakan untuk membiayai program pendidikan dan kesehatan.