Senin 11 Apr 2011 14:53 WIB

Lima Tersangka Cek Pelawat PDIP Terancam Lima Tahun Penjara

Rep: Muhammad Hafil/ Red: Djibril Muhammad
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Lima orang terdakwa kasus cek pelawat dari PDI Perjuangan terancam hukuman lima tahun penjara. Para terdakwa tersebut dijerat dengan dua pasal Undang-Undang  (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Kelima terdakwa tersebut adalah Agus Condro Prayitno, Max Moein, Rusman Lumban Toruan, Poltak Sitorus, dan Willem Max Tutuarima. Berdasarkan jadwal, seharusnya sidang dimulai sejak pukul 09.00 WIB. Namun, karena terbatasnya ruang sidang, sidang perdana mereka pun diundur hingga pukul 13.00 WIB.

Ketika sidang akan dimulai, kuasa hukum Poltak Sitorus, C Suhadi menghampiri Ketua Majelis Hakim, Suhartoyo. Ia menyatakan keberatan dengan dua orang anggota majelis hakim, Slamet Subagio dan Sofialdi. Karena, mereka berdua pernah menjadi anggota majelis hakim pada perkara Dudhie Makmun Murod, tersangka cek pelawat yang sudah divonis.

"Ketua majelis hakim, kami meragukan kredibilitas mereka berdua, kami akan mengirimkan surat ke Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," kata Suhadi sebelum sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) itu Jakarta itu dimulai, Senin (11/4).

Ketua majelis hakim Suhartoyo kemudian menjawab bahwa suratnya akan diterima, namun yang memutuskan adalah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat apakah dua orang anggota majelis hakim diganti atau tidak. Protes juga diajukan oleh Arteria Dahlan, kuasa hukum Rusman Lumban Toruan. Ia meminta majelis hakim menghadirkan Nunun  Nurbaiti, pengusaha yang diduga memberikan suap berupa cek pelawat tersebut sebagai saksi. "Kalau mau cepat selesai, hadirkan Nunun," ujarnya.

 

Permintaan Arteria itu dijawab oleh ketua majelis hakim yang menyatakan belum bisa mengambil keputusan itu. Ia meminta permintaan itu diajukan ke JPU. Setelah dua orang kuasa hukum tersebut mengajukan protes, akhirnya sidang bisa dimulai. Para  terdakwa duduk dalam satu deretan di depan majelis hakim.

Kelima orang terdakwa yang seluruhnya mengenakan baju batik itu tampak serius mendengar dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Para terdakwa mengetahui bahwa pemberian cek pelawat tersebut berkaitan dengan proses pemenangan Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia," ujar salah satu anggota JPU, M Rum, saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (11/4).

Menurut Rum, tindakan para terdakwa tersebut bertentangan dengan kewajiban mereka sebagai anggota komisi IX DPR RI yang dilarang menerima imbalan dari pihak lain dalam menjalankan tugasnya. Tidak hanya mengetahui motif pemberian cek pelawat, para terdakwa juga menerima pemberian cek tersebut.

Menurutnya, setelah Dudhie Makmun Murod, menerima cek pelawat dari Bank Internasional Indonesia senilai Rp 9,8 miliar, ia kemudian memberitahu Panda Nababan yang kemudian disarankan untuk dibagikan kepada lima orang terdakwa tersebut yang merupakan anggota komisi IX DPR RI dari PDI Perjuangan sebanyak 10 lembar cek masing-masing senilai Rp 500 juta.

Menurut Rum, perbuatan mereka diancam pidana dalam pasal 5 ayat (2) junto pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, mereka juga dijerat pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU 31 Tahun 1999) junto pasal 55 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Atas dakwaan tersebut, dua orang terdakwa yaitu Agus Chondro dan Willem Max Tutuarima menyatakan menerima dakwaan tersebut. Sedangkan tiga lainnya, yaitu Poltak Sitorus, Max Moein, dan Rusman Lumban Toruan menyatakan akan mengajukan eksepsi atau keberatan. Sidang lanjutannya sendiri akan dilaksanakan pada Rabu (21/4) mendatang. 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement