REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kejaksaan Agung masih memburu buronan penggelapan yang telah merugikan negara Rp 30 Miliar. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Noor Rachmad, mengungkapkan pihak kejaksaan telah menggali informasi tentang keberadaan mantan Pegawai Telkom tersebut dari dua koleganya yang sudah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (25/3) malam.
"Buron satu lagi tinggal tunggu waktu," ungkap Noor saat berbincang dengan wartawan di Pusat Penerangan Hukum, Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (28/3). Noor pun memperoleh informasi bahwa Daftar Pencarian Orang (DPO) atas nama Heru Suyanto itu pernah bertugas di Bandung, Jawa Barat. "Di Bandung, tugasnya," tambah Noor.
Sebelumnya, KPK telah menangkap dua buronan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan bernama Koesprawoto (mantan Kepala Divisi Regional Telkom Sulsel) dan Eddy Sarwono (mantan Deputi Kadiv Regional Telkom Sulsel).
Dua tersangka yang telah menjadi DPO selama setahun ini yakni Koesprawoto dan Eddy ditangkap di lokasi berbeda. Koesprawoto di salah satu rumah kos di Setiabudi, Jakarta Selatan. Sedangkan Eddy ditangkap di Gondangdia, Jakarta Pusat. Sebelum ditangkap, keduanya melakukan pertemuan di salah satu Hotel di Jl Raden Saleh Cikini. Mereka ditangkap Jumat sekitar pukul 22.30 WIB.
Noor mengungkapkan keterlibatan KPK dalam penangkapan dua buronan kejaksaan sebenarnya tidak dilakukan dengan sengaja. Ketika KPK melakukan supervisi ke Kejati Sulawesi Selatan, terungkap bahwa ada tiga terpidana yang sudah menjadi buronan selama satu tahun.
Akan tetapi, ujarnya, belum dieksekusi oleh kejaksaan. Kemudian, Noor mengakui bahwa pihak Kejati Sulawesi Selatan meminta bantuan kepada KPK untuk menangkap buron tersebut. "Waktu itu dipanggil gak nongol-nongol. (Minta ke KPK) tolong dibantu sekalian," ujarnya.
Koesprawoto dan Edi adalah terpidana enam tahun penjara atas kasus penggelapan. Mereka terbukti bersalah dalam kasus penyalahgunaan sistem percakapan suara dengan menggunakan teknologi Voice over Internet Protokol (VoIP) di Kantor Telkom Denpasar dan Makassar. Selain dua orang itu, kasus ini juga melibatkan Ketua Koperasi Karyawan Telkom, R Heru Suryanto. Mereka terbukti menggunakan fasilitas Telkom berupa E1 yang disambungkan ke sentral lokal milik PT Telkom di Kaliasem, Denpasar.
Penyaluran traffic voice ini masuk ke central trunk milik PT Telkom ke penerima telepon lokal dan sambungan jarak jauh di seluruh Indonesia. Akibat
perbuatan mereka, negara dirugikan 0,08 per menit per panggilan untuk seluruh wilayah Indonesia. Dan total kerugian negara mencapai Rp 44,9 miliar.