Senin 28 Mar 2011 14:26 WIB

Empat Catatan KPK untuk RUU Tipikor

Rep: Muhammad Hafil/ Red: Djibril Muhammad
Wakil Ketua KPK, M Jasin
Wakil Ketua KPK, M Jasin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta draf Rancangan Undang-Undang (RUU) harus memuat sejumlah hal yang belum diatur undang-undang di Indonesia. KPK menilai draft RUU Tipikor saat ini belum sempurna. Menurut Wakil Ketua KPK, Bidang Pencegahan, M Jasin, RUU Tipikor itu seharusnya bisa mengakomodir pasal-pasal wajib yang ada di dalam Konvensi PBB (UNCAC) terkait upaya pemberantasan korupsi.

"Artinya pasal-pasal yang wajib itu harus ada di dalam pasal-pasal di UU Tipikor sehingga pengaturannya diperluas," ujar Jasin saat dihubungi, Senin (28/3).

Menurutnya, pasal-pasal yang harus ada itu adalah tentang aturan pemberantasan korupsi yang belum ada di dalam undang-undang di Indonesia. Misalnya, penjeratan pidana aktif bagi pejabat asing atau pejabat organisasi asing yang melakukan transaksi suap.

Selain itu, dalam RUU Tipikor itu juga harus ada pasal yang mengatur pembuktian terbalik kepemilikan aset yang tidak bisa dijelaskan dari mana sumber asalnya. Hukuman tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh sesama swasta juga harus diatur dalam RUU tersebut. "Terakhir, RUU itu harus mengatur tentang kerjasama luar negeri tentang penyitaan aset," ujar Jasin.

Jasin mengatakan, sejauh ini ia menilai draft RUU Tipikor masih belum sempurana. Hal itu bisa terlihat dari pasal-pasal yang melemahkan upaya pemberantasan korupsi. Misalnya, salah satu pasal dalam draft RUU Tipikor dianggap tidak tepat. Pasal itu mengatur bahwa korupsi yang membuat negara mengalami kerugian di bawah Rp 25 juta tidak dikenakan hukum pidana. "Ya kalau gitu kan gak tepat juga," kata Jasin.

Seperti diketahui, pemerintah mengajukan draf Rancangan Undang-Undang  (RUU) Tipikor yang baru. Draf tersebut saat ini sudah masuk ke Sekretariat Negara. RUU tersebut dianggap sebagian kalangan merupakan upaya pelemahan terhadap pemberantasan korupsi. Selain itu, RUU itu juga dianggap akan melemahkan KPK selaku lembaga penegak hukum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement