REPUBLIKA.CO.ID,MANADO--Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali mengatakan, pihak pemerintah tidak akan merevisi Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri terkait pendirian rumah ibadah maupun SKB masalah Ahmadiyah. "SKB Menag, Mendagri, dan Jaksa Agung itu tidak akan direvisi, dan aturan tentang Ahmadiyah tetap tetap jalan," ujarnya singkat setelah membuka Musyawarah Wilayah (Muswil) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Sulut, di Manado, Jumat.
Menurut dia, aturan itu masih cukup relevan untuk mengatur tentang keberadaan toleransi antarumat beragama di Indonesia, terutama pendirian rumah ibadah. "Aturan itu masih sangat relevan, maaf ya itu sudah jelas," katanya.
Sementara itu, sejumlah warga Sulut berharap pemerintah mencabut SKB tiga menteri yang dinilai tidak relevan lagi terhadap kondisi saat ini. "Banyak oknum memanfaatkan SKB tiga Menteri untuk melakukan tindakan di luar kewenangan dengan mengatasnamakan agama, sehingga perlu dicabut," kata Sekretaris Komisi Pemuda-Remaja Gereja Betel Indonesia Wilayah Sulut-Gorontalo, Pendeta Christian Rawis.
Kasus kekerasan bernuansa agama terjadi di Cikeusik, Pandeglang, Banten terhadap jamaah Ahmadiyah (6/2) dan perusakan Gereja di Temanggung, Jawa Tengah (8/2), karena memang salah satu alasan memanfaatkan SKB tiga menteri itu yang tidak relevan.
Sementara itu, Ketua Gerakan Siswa Kristen Indonesia (GSKI) Sulut, Sandy Lantang, juga meminta SKB tiga menteri untuk segera dicabut dan tidak perlu direvisi lagi. "Pemerintah sebaiknya manfaatkan semua aturan hukum yang berlaku di Indonesia tanpa harus SKB tiga menteri dalam menegakkan kebebasan beragama di Indonesia," katanya.
Lantang sangat menyayangkan pengabaian dasar utama kebebasan beragama pada Pasal 29 UUD 1945, yakni pasal 1 yang berbunyi Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Setelah itu, pasal 2 yang berbunyi negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.