REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--DPR RI memperingatkan seluruh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk tidak mengomentari rencana DPR untuk merevisi Undang-Undang Tentang KPK. Karena, adalah lembaga yang bertugas untuk menjalankan undang-undang dan bukan yang membuat atau merevisinya.
“Tidak ada tempat untuk pimpinan KPK mengomentari perlu atau tidak revisi UU KPK itu, kecuali kalau KPK mau menjalani hidup di negara yang dia bikin sendiri,”kata Anggota Komisi III DPR RI, Ahmad Yani usai menghadiri sidang vonis Bachtiar Chamsyah di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (22/3).
Menurutnya, KPK adalah sebuah institusi yang bertugas menjalankan undang-undang. Adapun lembaga yang berhak untuk membuat dan merevisi undang-undang adalah pemerintah dan DPR.
Menurutnya, tujuan DPR merevisi UU KPK itu bukan untuk mengurangi kewenangan KPK. Tetapi, DPR ingin mengambalikan KPK kepada jalur yang sesuai aturan.
Ahmad menjelaskan, dalam sistem ketatanegaraan yang baik itu ada pembagian kewenangan dan kekuatan pada lembaga negara.KPK sebagai lembaga negara tidak tepat jika harus memonopoli sistem penegakan hukum mereka mulai dari penyidikan, penuntutan, dan menghukum melalui peradilannya sendiri. Sehingga, dalam menegakkan hukum itu KPK harus membagi kewenangan dengan lembaga penegak hukum lainnya seperti kepolisian dan kejaksaan.
Sebelumnya, KPK menyatakan UU/30/2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi tidak perlu direvisi. Anggota DPR RI yang ingin merevisi undang-undang tersebut diminta lebih cermat dan lebih arif.
Ketua KPK, Busyro Muqoddas, menyatakan pihaknya terkejut mengetahui wacana revisi undang-undang itu menempati posisi keempat dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang akan diselesaikan oleh DPR pada 2011 ini. Padahal, jauh sebelum wacana itu muncul di kalangan DPR, KPK sudah menyampaikan permintaan agar undang-undang itu tidak direvisi. "Kami dulu pernah sampaikan Undang-Undang Tentang KPK dan Tipikor itu tidak ada masalah,” ujar Busryo.
Busryo mengatakan undang-undang yang digunakan oleh KPK saat ini masih layak dan memadai. Sehingga, ia meminta agar kalangan DPR yang ingin merevisi undang-undang itu lebih cermat dan lebih arif. Karena, revisi undang-undang itu sangat sensitif. “Kalau mau merevisi UU KPK, DPR harus melakukan survei akademis mendalam yang hasilnya bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
Menurutnya, revisi undang-undang itu bisa menjadi hambatan bagi KPK dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi. Karena, ia menduga revisi undang-undang itu merupakan upaya DPR mengurangi kewenangan KPK. Karena, nantinya KPK hanya akan memiliki kewenangan pencegahan, bukan sebagai lembaga superbodyseperti sekarang ini yang juga bisa melakukan penindakan terhadap kasus-kasus korupsi.