Sabtu 19 Mar 2011 12:44 WIB

Wapres: Demokrasi Bisa Gagal Tanpa Konsolidasi

Wapres Boediono
Wapres Boediono

REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG  -  Wakil Presiden Boediono mengatakan demokrasi bisa gagal tanpa konsolidasi yang sungguh-sungguh dan komitmen tulus untuk membangunnya. "Konsolidasi demokrasi kita membutuhkan kesepahaman, kearifan, visi ke depan dan komitmen kenegarawan," kata dia, pada acara seminar nasional Ikatan Alumni Lembaga Ketahanan Nasional (Ikal), di Bandarlampung, Sabtu.

Wapres menyebutkan, sejarah bangsa-bangsa termasuk Indonesia menunjukkan tanpa konsolidasi yang sungguh-sungguh dan komitmen yang tulus untuk membangunnya maka demokrasi bisa gagal.

Menurut Boediono, patut disayangkan jika energi sosial tidak dimanfaatkan untuk konsolidasi dan justru disia-siakan untuk hal-hal yang tidak produktif atau justru merongrongnya.

Wapres dalam kesempatan itu mengatakan, saat ini institusi-institusi penopang demokrasi belum sepenuhnya terbentuk. "Dan toh kalau sudah terbentuk belum sepenuhnya optimal," jelasnya.

Ia menjelaskan, pekerjaan membangun aturan main, membangun institusi-institusi melakukan konsolidasi demokrasi menjadi tugas bangsa untuk puluhan tahun ke depan sehingga mempunyai praktik demokrasi yang mantap dan pas bagi negara ini.

Terkait seminar nasional Ikatan Alumni Lembaga Ketahanan Nasional (Ikal), Wapres memberikan apresiasi karena seminar ini sebagai wahana strategis untuk saling mengasah gagasan dalam upaya membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Seminar nasional itu bertema "Apa Golongan Darah Bangsa Indonesia?"

Wapres Boediono mengatakan, sebagai tema seminar, para anggota Ikal melontarkan pertanyaan "Apa golongan darah Banagsa Indonesia?"

"Tema itu adalah sebuah perumpamaan dan jika tidak salah tangkap, pertanyaan ini menyangkut masalah jati diri kita sebagai bangsa, masalah sistem pengelolaan negara yang pas bagi kita," katanya.

Ia menjelaskan selama reformasi, sudah empat kali melakukan perubahan atau amandemen terhadap UUD 1945.

Perubahan yang terjadi antara 1999 hingga 2002 tidak lepas dari sejarah perjalana bangsa. "Itu adalah kristalisasi dari pandangan sentral masyarakat kita yang terus mencoba menemukan alur sejarahnya," kata dia menambahkan.

Seminar nasional sehari itu menghadirkan pembicara antara lain anggota Wantimpres Ryas Rasyid, Prof Komaruddin Hidayat, Gubernur Lampung Sjachroedin ZP, Rektor Universitas Indonesia (UI) Gumilar dan mantan Gubernur Lemhanas, Muladi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement