REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemerintah Indonesia didesak untuk membatalkan rencana pembangunan PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) di Jepara dan Bangka pada tahun 2020 mendatang. Pembangunan nuklir itu akan lebih banyak menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat Indonesia.
Menurut Pakar Fisika Nulir dari Universitas Tsukuba Jepang, Iwan Kurniawan, Indonesia harus belajar dari krisis kemanusiaan di Jepang akibat hancurnya PLTN Fukushima Daiichi paska gempa dan tsunami. Keadaan geografis Indonesia dianggap hampir sama dengan Jepang yaitu termasuk wilayah yang sering terjadi bencana gempa.
“Kita lihat sejauh ini, memangnya kita sudah sangat maksimal menangani bencana gempa itu,” ujar Iwan dalam suatu diskuri bertajuk Gerakan Anti PLTN di Indonesia, di Jakarta, Rabu (26/3).
Iwan memisalkan, abu letusan gunung Merapi di Yogyakarta yang masih kelihatan secara fisik pun dianggap belum maksimal dalam pengantisipasiannya. Apalagi jika radiasi nuklir yang tidak kelihatan jika meledak dan bocor seperti yang terjadi di Jepang setelah terjadi gempa pekan lalu. “Di Jepang itu warganya sudah sangat siap jika terjadi gempa. Mereka tetap terjaga saat terjadi bencana alam. Tapi, masyarakat kita masih suka tidur saat terjadi bencana,” ujarnya.
Menurutnya, seandainya PLTN tetap dibangun di Indonesia lalu mengalami musibah seperti yang terjadi di Jepang yang membuat radiasi nuklir bocor, maka radiasi itu akan bergerak dengan jarak yang sangat jauh. Misalnya jika PLTN itu dibangun di pulau Bangka.
Jika radiasi itu bocor pada saat musim panas maka arah angin akan menuju ke utara maka yang kena adalah Malaysia, Singapura, dan Sumatra. Tapi kalau bocornya pada saat musim hujan maka arah angin akan menuju ke selatan dan akan menimpa Jakarta dan Pulau Jawa .
Menurut Aktifis Greenpeace Southeast Asia-Indonesia, Nurhidayati menambahkan, banyak yang memuji standar keselamatan, kedisiplinan dan kesiagaan bencana Jepang melalui teknologi canggihnya. Namun, tetap saja mereka itu masih kewalahan menghentikan bencana nuklir yang saat ini terjadi.
Nurhidayati justru mempertanyakan 'kengototan' Indonesia untuk membangun energi nuklir. Padahal menurutnya, Indonesia tidak butuh energi yang bersumber dari nuklir. "Banyak sumber daya lain yang bisa dijadikan energi bagi masyarakat kita. Apa yang membuat BATAN ngotot untuk membangun PLTN?" katanya.
Seperti diketahui, Pemerintah Indonesia berencana membangun reaktor nuklir atau pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dengan nilai investasi sebesar Rp200 triliun pada tahun 2020. Berdasarkan perhitungan dia, biaya untuk membangun satu reaktor nuklir diperkirakan mencapai Rp30 triliun.
Pemerintah berencana menjadikan wilayah Kalimantan, Jepara, dan Bangka Belitung untuk tempat pembangunan PLTN tersebut. Alasannya, di wilayah itu masih terdapat lahan yang penduduknya masih sedikit.