REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Target pemenuhan energi listrik nasional sebanyak 35 ribu MW masih jauh dari ketercapaian. Satu-satunya cara untuk mengejar target tersebut dalam waktu yang singkat adalah melalui memanfaatan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Namun demikian pembangunan PLTN sendiri sulit dilakukan.
Hambatan tersebut terjadi karena belum adanya izin resmi dari pemerintah pusat. Anggota Komisi VII DPR RI, Hari Purnomo menuturkan, keputusan pembangunan PLTN sendiri ada pada spirit politik. "Sayangnya pimpinan kita belum bisa memanfaatkan momentum untuk melakukan pembangunan PLTN," ujarnya saat diremui di Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Yogyakarta, Rabu (14/8).
Bahkan menurut politisi Gerindra tersebut, Presiden salah memilih prioritas dengan memutuskan membangun infrastruktur kereta cepat. Padahal PLTN jauh lebih penting dan jauh lebih besar manfaatnya bagi masyarakat umum.
Ia mengatakan, DPR sendiri mendukung sepenuhnya pembangunan PLTN untuk mencapai target energi nasional. Maka itu, ia berharap pemerintah eksekutif bisa mendukung rencana tersebut. Ia meminta agar seluruh masyarakat tidak melihat nuklir dari sisi bahaya, tapi dari sisi kemanfaatannya.
"Kita berani berhutang untuk kereta cepat. Kenapa kita tidak berani ngutang bangun PLTN untuk mencapai target energi nasional," ujar Hari. Ia berharap pemerintah segera merevisi prioritas pembangunan yang bertumpu pada perbaikan dan pemenuhan energi listrik dengan mendirikan PLTN berkapasitas besar.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR lainnya, Kurtubi menegaskan, perekonomian bangsa tidak akan pernah maju jika kondisi energi listriknya masih lemah. Oleh karena itu perlu ada strategi pamungkas untuk mengakselerasi ketertinggalan daya listrik Indonesia dengan membangun PLTN.
"Kita tidak akan pernah bisa mengejar Malaysia jika kondisi listrik kita masih begini," ujar dosen ekonomi energi di UI tersebut. Menurutnya, selain meningkatkan kapasitas listrik, pembangunan PLTN juga akan meningkatkan jumlah lapangan kerja. Sehingga pertumbuhan perekonomian negara bisa meningkat dengan cepat.
Direktur Human Capital Resources Perusahaan Listrik Negara (PLN), Muhammad Ali menuturkan, pihaknya telah melakukan riset pembangunan PLTN di dua tempat, yakni Muria dan Bangka. Meski sarana prasarana dua lokasi tersebut belum selengkap seperti di Jawa, ia menyampaikan, bukan hal yang tidak mungkin melakukan pembangunan di sana.
"Tapi untuk membangun PLTN kita perlu ada izin dari pemerintah. Tidak bisa kita bangun sendiri tanpa ada izin pemerintah pusat," ujarnya. Pasalnya biaya pembangunan PLTN jauh lebih besar tiga sampai empat kali lipat dari pada pembangunan PLTU. Maka itu perlu ada pihak yang menjamin untuk merealisasikan program tersebut.
Ketua Badan Teknologi Nuklir Nasional, Djarot Sulistiyo Wisnu Broto menyampaikan, dari sisi pengamanan, Indonesia mampu mengoperasikan PLTN secara baik. Pasalnya hingga saat ini belum pernah terjadi kecelakaan pada reaktor nuklir di Indonesia.
"Kita punya reaktor nuklir di Yogyakarta, Bandung, dan Serpong. Alhamdulillah semuanya masih aman," ujarnya.