Selasa 15 Mar 2011 14:19 WIB

PPP Dinilai Gagal Jadi 'Rumah' Umat Islam

Massa PPP
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Massa PPP

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi mengatakan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) telah gagal menjadi rumah bagi umat Islam di Indonesia dan jika tidak segera dibenahi bisa menjadi partai kenangan. "Sekarang ini, PPP telah gagal jadi rumah bagi umat Islam," kata Direktur LSI Burhanuddin Muhtadi pada seminar sehari 'Meneguhkan Kembali Kesungguhan Berpartai,' di Jakarta, Selasa (15/3).

Seminar yang diselenggarakan DPP PPP tersebut menghadirkan pembicara Direktur LSI Burhanuddin Muchtadi, Ketua PBNU Hasyim Muzadi, dan pengamat politik Fachri Ali. Lebih lanjut Muhtadi menjelaskan bahwa sumber persoalan kegagalan PPP karena tak mampu mempertahankan pemilih utamanya, namun disisi lain PPP gagal menarik pemilih baru.

Muhtadi menjelaskan bahwa ceruk lama pemilih PPP adalah orang tua, usia 40 tahun keatas, tinggal di desa, kelas menengah bawah. "Pertanyaannya bagaimana kembalikan pemilih lama dan gaet pemilih baru," kata Muhtadi. Muhtadi menyarankan harusnya PPP juga mulai mengambil pemilih nasionalis, termasuk dalam hal ekonomi. "PPP perlu jubir-jubir ekonomi, bagaimana menelurkan tokoh-tokoh ekonomi," kata Muhtadi.

Misalnya bagaimana mengatasi kemiskinan, kesenjangan, BBM, rawan pangan. Terus menurunnya perolehan suara parpol Islam, tambah Muhtadi, karena tiga hal; pertama, parpol Islam mengalama krisis ketokohan umat pasca Gus Dur dan Amien. Kedua, ada tren kanibalisme antar parpol Islam. Dan Ketiga, Parpol nasionalis lama-lama enggan disebut parpol nasional dan mulai masuk ke tengah. "Sementara parpol Islam tetap berada di sisi kanan, parpol nasionalis lama-lama ketengah," kata Muhtadi.

Lebih lanjut Muhtadi membeberkan data-data perolehan suara partai-partai Islam pada Pemilu 1999, 2004 dan 2009 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan Pemilu 1955. Gabungan partai Islam pada Pemilu 1955 sebesar 43,7 persen dan partai nasionalis 51,7 persen. Ditambahkannya, Pemilu 1999 total suara partai Islam (PKB, PPP, PAN, PK dan PKNU) anjlok menjadi 36,8 persen. Pemilu 2004 suara partai Islam naik menjadi 38,1 persen. "Perlu dicatat karena total suara ini masih memasukan PAN dan PKB," katanya.

Selain itu, tambah Muhtadi, yang terjadi adalah kanibalisme parpol-parpol Islam. Mereka saling memakan sesama parpol Islam. Mengapa muslim lebih memilih partai nasionalis, ketimbang memilih partai Islam, menurut Burhanuddin Muchtadi, karena pemilih muslim makin rasional. "Mereka (umat muslim) lebih tertarik dengan isu non agama, terutama masalah ekonomi ketimbang isu keagamaan," kata Burhanuddin.

Sebaliknya, tambah Muhtadi, partai Islam dianggap kurang peduli terhadap isu-isu ekonomi dan terlalu sibuk berdebat soal isu-isu simbolis. Muhtadi mengatakan partai nasionalis sukses melakukan perubahan paradigma dari posisi partai yang awalnya dicap kurang ramah terhadap agenda politik muslim menjadi lebih reseptif terhadap aspirasi umat.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement