REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA - Sekitar 80 persen kabupaten di Indonesia rawan terhadap bencana alam. Karena itu, pelatihan dan mitigasi kesiapsiagaan bencana perlu dilakukan di setiap daerah. Demikian kata peneliti kebencanaan dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Sudibyakto.
"Kegiatan pelatihan dan mitigasi kesiapsiagaan bencana perlu dilakukan karena daerah menghadapi ancaman risiko bencana," kata Sudibyakto pada konferensi "Menuju Masyarakat Siap Bencana" di Yogyakarta, Rabu (9/3).
Sudibyakto mencontohkan wilayah DIY sedikitnya terdapat tujuh jenis bencana, yakni gunung api, angin puting beliung, kekeringan, gempa bumi, tsunami, banjir perkotaan, dan tanah longsor. Meskipun masing-masing daerah memiliki anggaran penanggulangan bencana, Sudibyakto menilai dana tersebut belum banyak dimanfaatkan untuk kegiatan kesiapsiagaan masyarakat menghadapi risiko bencana.
"Pemerintah harus mengubah strategi. Jangan sudah datang bencana, dananya baru dikeluarkan," katanya.
Ia mengatakan pemerintah pusat melalui Bappenas mengalokasikan anggaran sekitar Rp 9 triliun untuk penanggulangan bencana. Namun, penyerapan dana tersebut tidak disiapkan dalam penyiapan masyarakat menghadapi bencana. "Kondisi itu menunjukkan inkonsistensi tentang perubahan pola pikir dalam mengelola risiko bencana," katanya.
Di Jepang, Sudibyakto mengatakan sekitar lima persen dari seluruh dana anggaran negara dialokasikan untuk bencana. "Sekitar 20-30 persen dari dana anggaran bencana tersebut digunakan untuk kesiapsiagaan. Sisanya sekitar lima persen dipakai untuk riset kebencanaan," katanya.