REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kalapas Narkotika Nusakambangan, Selasa (8/3) malam, ditangkap personel Badan Narkotika Nasional (BNN) RI karena diduga menerima suap dari salah satu narapidana. BNN telah mencurigai adanya praktik dugaan suap di lapas tersebut sejak tahun lalu.
Menurut Humas BNN RI, Sumirat, pihaknya sudah memantau dan mendalami aktivitas peredaran narkoba di Lapas Narkotika Nusakambangan sejak Oktober 2010 lalu. Pada waktu itu, pihaknya mencurigai ada warga negara Nepal bernama Bosthi yang mengendalikan peredaran narkoba di dalam lapas. "Bosthi kita tangkap pada 5 Januari 2011 lalu," ujar Sumirat saat dihubungi Republika, Rabu (9/3).
Tidak lama kemudian, Polres Cilacap kembali menangkap Hartoni, salah satu narapidana karena menyimpan sebanyak 380 gram sabu-sabu di dalam lapas. Dari keterangan Hartoni, BNN kemudian melakukan pengembangan penyelidikan tentang aktifitas peredaran narkoba di dalam lapas.
"Ternyata ada dugaan bahwa Kepala Lapas Narkotika Nusakambangan, Marwan Adli menerima uang suap dari Hartoni supaya ia bisa menggunakan narkoba di dalam lapas," ujarnya.
Akhirnya, tim BNN kemudian menangkap Marwan, Selasa (8/3) malam kemarin. Saat ini, Marwan masih diamankan di Polres Cilacap, Jawa Tengah. Rencananya, Marwan akan dibawa ke Jakarta untuk pemeriksaan lebih lanjut di BNN RI. Sumirat mengatakan, selain mengamankan Marwan, pihaknya juga mengamankan dua orang petugas lapas lainnya yang diduga terlibat.
Mereka adalah Kepala Pengamanan Lapas, Iwan Syaefudin dan Kepala Seksi Bina Pendidikan Fob Budhiyono. Mengenai peran dan dugaan keterlibatan mereka, Sumirat mengatakan pihaknya masih melakukan pengembangan penyelidikan.
Seperti diketahui, Selasa (8/3), BNN menangkap Kepala Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Nusakambangan Marwan Adli (MA). Marwan diduga menerima sejumlah uang dari Hartoni, seorang narapidana di lembaga pemasyarakatan (LP) tersebut. Marwan diduga menerima aliran dana melalui rekening. BNN masih mendalami sejumlah uang yang masuk ke rekening Marwan.
Sedangkan Hartoni adalah seorang narapidana yang pernah menjadi tersangka kasus narkoba di Kalimantan. Setelah dia ditahan, dia diduga belum bisa menghentikan kebiasaannya menggunakan narkoba tersebut. Selain Marwan, penyidik BNN juga mendalami dua petugas LP lainnya. Mereka adalah Kepala Pengamanan LP Iwan Syaefuddin dan Kepala Seksi Bina Pendidikan Fob Budhiyono. Diduga, mereka terlibat dalam kasus dugaan suap itu.