Selasa 08 Mar 2011 18:51 WIB

Kejakgung akan Ekspos Kasus Pertamina Balaraja

Rep: A.Syalaby Ichsan/ Red: Djibril Muhammad
Gedung Kejagung.
Gedung Kejagung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kejaksaan Agung akan melakukan ekspos perkara untuk kasus depo bahan bakar minyak Pertamina Balaraja. Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Noor Rochmad, hasil ekspos akan menentukan apakah status tersebut akan ditingkatkan ke penyidikan atau tidak.

"Kaitannya dengan kasus Balaraja jadi kasus Pertamina Balaraja itu sampai saat ini hasil penyelidikan sedang dalam pendalaman dan dipelajari pak JA. Kemudian disimpulkan bahwa akan dilakukan ekspos mengenai hasil penyelidikan tersebut untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya," tutur Noor saat keterangan persnya di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (8/3).

Namun Noor enggan menyebutkan materi penyelidikan tersebut. Diberitakan sebelumnya, Kasus Depo BBM Pertamina Balaraja menjadi perhatian karena melibatkan dua pengusaha besar: Sandiaga Uno dan Edward Soeryadjaya. Perkara ini awalnya terjadi pada 1996. Waktu itu, Pertamina berniat membangun Depo BBM di Balaraja, Tangerang. Dalam proyek itu, Pertamina menggandeng PT Pandanwangi Sekartaji (PWS) sebagai mitra pelaksana. Namun, krisis terjadi pada 1998. Proyek itu batal terlaksana. Padahal, PWS sudah membeli tanah 20 hektare untuk proyek tersebut.

Untuk pengadaan tanah itu, PWS meminjam kepada perusahaan Singapura, Van Der Horst Ltd (VDHL), dan menjaminkan Sertifikat No 031 atas tanah proyek tadi. Ternyata, VDHL juga bangkrut karena terkena krisis. Sehingga, VDHL dilelang. Pengusaha Edward Soeryadjaya memenangi lelang tersebut. Itu sebabnya, sertifikat HGB nomor 031 ada pada Edward.

PWS sendiri saat ini sudah berganti pemilik. Sejak 2006, PWS dibeli Sandiaga Uno melalui PT VDH Teguh Sakti, dari pemilik lamanya, Johnnie Hermanto dan Tri Herwanto, senilai US$ 1,5 juta. Tapi, Sandiaga baru membayar US$ 650 ribu. Sandiaga juga sempat menjadi Direktur Utama PWS.

Ketika proyek Depo tadi dinyatakan gagal dilaksanakan, PWS meminta ganti rugi kepada Pertamina. Bahkan PWS berhasil menyita aset gedung dan rekening operasional BUMN migas itu dan Pertamina tidak melakukan perlawanan. Pertamina kemudian mau membayar ganti rugi US$ 12,8 juta kepada PWS. Tapi, PWS harus melepaskan sita jaminan dan memberikan sertifikat tanah proyek tadi.

Pada 10 Maret 2009, PT Pertamina membayar separuh nilai ganti rugi, sebesar US$ 6,4 juta kepada PWS. Sita jaminan atas Pertamina pun dilepas. Beberapa bulan kemudian, setelah ditagih berkali-kali, barulah Sandiaga membayar kepada pemiik lama PWS. Itu pun baru US$ 650 ribu dolar AS dan lewat cicilan walaupun Sandiaga telah menggunakan PWS untuk memperoleh pembayaran dari Pertamina sebanyak US$ 6,4 juta tadi.

Sewaktu hendak mencairkan ganti rugi tahap kedua, barulah ketahuan bahwa PWS tidak memiliki sertifikat asli atas tanah proyek itu. Yang ada pada PWS adalah sertifikat HGB nomor 032, bukan 031. PWS menyatakan, sertifikat 031 hilang. Edward Soeryadjaya, yang memegang sertifikat 031, protes dan mengajukan gugatin. Pertamina kemudian menunda pembayaran ganti rugi tahap kedua itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement