REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Peneliti hukum Indonesian Corruption Watch (ICW), Febridiansyah, mendorong agar kasus dugaan tindak pidana korupsi atas tersangka Yusril Ihza Mahendra dan Hartono Tanoe Sudibyo disidangkan di pengadilan.
Menurutnya, penghentian kasus setelah P21 akan terkesan janggal dan memberi efek kepada para terpidana yang sudah divonis bersalah.
Febri menegaskan seharusnya Kejaksaan Agung tidak hanya melakukan kajian terhadap putusan kasasi Mahkamah Agung yang membebaskan terdakwa Romly Atmasasmita atas kasus yang sama. "Jadi putusan Romly tidak bisa dijadikan satu-satunya dasar dari kejaksaan. Kejaksaan seharusnya menimbang juga putusan-putusan lain yang menyatakan bersalah dan ada korupsi di sisminbakum,"ungkap Febridiansyah saat dihubungi republika, Rabu (3/2).
Dua terdakwa kasus sisminbakum, mantan direktur utama PT.Sarana Reka Dinamika, Yohannes Waworuntu dan mantan direktur jendral Administrasi Hukum Umum, Syamsudin Manan Sinaga divonis bersalah. Yohannes divonis lima tahun penjara sementara Syamsudin divonis dengan hukuman satu tahun penjara.
Menurut Febri, jika Kejaksaan Agung mengeluarkan SKPP untuk kasus Yusril dan Hartono, maka terpidana lain akan melakukan proses hukum yang sama. "Dan protes kok malah cuma saya yang divonis bersalah,"tegas Febri. Febri pun mengkritik lambannya pengkajian terhadap putusan Romly. Menurutnya, hal tersebut dapat menimbulkan efek negatif bagi kasus tersebut.
Febri menilai pergantian Jaksa Agung dari Hendarman Supandji kepada Basrief Arief hendaknya tidak mengubah perjalanan kasus sisminbakum. Lebih lanjut, Febri mengingatkan bahwa pencopotan terhadap Hendarman karena legalitas jabatan Hendarman dan bukan proses pidana Yusril.