REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-Sri Sultan Hamengkubuwono X menginginkan agar keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang sudah berjalan sekarang tetap dipertahankan. Sultan menganggap pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY sudah berjalan demokratis.
Hal itu karena keistimewaan DIY diatur UUD 1945 yang disusun DPR dan pemerintah sebagai representasi rakyat. "Tidaklah berlebihan bila pengakuan keistimewaan DIY tetap dipertahankan," kata Sultan dalam rapat bersama Komisi II DPR, di Gedung DPR, Selasa (1/3).
Sri Pakualaman IX juga hadir dalam rapat itu. Rapat ini merupakan rangkaian penyusunan RUU Keistimewaan DIY. DPR sebelumnya telah mengundang pemerintah dan pakar terkait RUU itu. Sultan mengatakan, seharusnya tidak ada resistensi dengan bentuk demokrasi yang telah berjalan di DIY sekarang ini yang lebih mengedepankan asas musyawarah mufakat.
Puncak perkembangan demokrasi yang paling ideal adalah constitutional democracy. Dalam perspektif ini, kata Sultan, terwujud secara formal dalam mekanisme kelembagaan dan pengambilan keputusan.
Mengacu pada constitutional democracy, DIY telah diatur Pasal 18B UUD 1945 dan Pasal 91 huruf (b) UU No 5/1974 yang mengamanatkan kepala daerah dan wakil kepala daerah DIY tidak terikat pada ketentuan masa jabatan, syarat, dan cara pengangkatan bagi kepala daerah lain. Selanjutnya, Pasal 122 UU No 22/1999 dan Pasala 226 ayat (3) UU No 32/2004 menyebut keistimewaan DIY sebagaimana dimaksud UU No 5/1974 adalah tetap.
"Berdasarkan ketentuan hukum tersebut, maka apa yang telah berjalan selama ini dalam pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur Provinsi DIY dapat dikatakan telah berjalan demokratis," katanya.
Sultan berasumsi, sebuah UU disusun DPR dan pemerintah yang merupakan representasi rakyat dan penyelenggara negara, sehingga ketika produk UU yang dihasilkan itu dijalankan, hal inilah bentuk constitutional democracy.
Terkait anggapan bahwa apa yang berjalan di DIY tak sesuai tantangan zaman dan demokratisasi, Sultan mengatakan, ukuran demokrasi harus benar-benar berpijak pada kepentingan dan kehendak rakyat.
Apabila masyarakat DIY menginginkan praktik yang telah berjalan selama ini dipertahankan, maka itu harus diakomodasi. "Demokrasi tidak semata-mata berbicara mengenai kebebasan memilih dan dipilih, tetapi demokrasi harus bisa mengakomodir aspirasi rakyat," katanya.
Sultan mengatakan, DIY setelah bergabung dengan Indonesia praktis penyelenggaraan pemerintahannya mengikuti sistem di Indonesia, kecuali pengisian gubernur dan wakil gubernur. Kepemimpinan DIY bersifat turun-temurun (ascribed status) yang menjadi ruh keistimewaan DIY. "Penyelenggaran pemerintahan di DIY tidak dapat disebut monarki, karena raja telah menjelma jadi gubernur dan wakil gubernur," katanya.